Untuk Kepentingan Umum

Ujaran Kebencian Dilahirkan Partisan Politik

Ujaran kebencian kini tengah marak menghiasi dunia maya. Bahkan dalam satu tahun terakhir ungkapan ujaran kebencian  berbasis agama di media sosial bukan datang dari akun-akun yang teridentifikasi kelompok radikal atau orang fundamentalis. Namun, ujaran kebencian terindentifikasi datang dari partisan poliitik.

Hal tersebut diungkapkan tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU) sekaligus peneliti Departemen Komunikasi dan Informasi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Savic Ali.

“Tetapi teridentifikasi berasal dari orang yang partisan politik,” ujarnya saat ditemui usai acara diskusi di Universitas Atma Jaya, Jakarta, Rabu (21/2/2018).

Menurut Savic, hasil itu merupakan penelusuran yang dilakukan NU dengan melibatkan ribuan kata kunci, ribuan postingan atau status di ribuan akun Twitter dan Facebook selama tiga bulan.

Ia menuturkan, temuan penelusuran NU itu berbeda dengan tiga tahun lalu. Sebab saat itu ujaran kebencian terindikasi berasal dari orang-orang yang intoleran.

“Sekarang semua kekacauan ini 80 persen dilakukan oleh orang yang datang dari partisan Parpol,” kata dia.

Savic menuturkan, kian riuhnya media sosial dengan ujaran kebencian nya membuat masyarakat bingung membedakan mana fakta dan hoaks. ia mengatakan, itulah tujuan akun-akun tersebut.

Akibatnya, kata dia, polarisasi di masyarakat kian meruncing dan membuat eskalasi kebencian terhadap kelompok masyarakat tertentu semakin kian besar. Semua dilakukan untuk kepentingan politik tertentu.

“Mereka menggunakan isu saja, karena menurut mereka masyarakat Indonesia itu religius, maka mereka gunakan isu itu dan bermain dengan isu agama,” ucap Savic.

“Kita bisa saksikan benar signifikansi agama bagi masyarakat kita, dan ini disadari benar oleh peternak-peternak politik untuk menggiring opini dari masyarakat luas,” sambung dia.

Sebelumnya, Kantor Staf Presiden (KSP) meyakini berita hoaks dengan framing negatif kepada pemerintah akan kian marak jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

“Apalagi melihat survei-survei yang menempatkan posisi politik Presiden Jokowi (masih teratas),” ujar Deputi IV Bidang Komunikasi Politik dan Deseminasi Informasi KSP, Eko Sulistyo.

Salah satu isu yang diyakini dikembangkan tidak jauh-jauh dari isu yang selama ini berkembang. Misalnya kata Eko, pemerintah yang pro China yang disangkut pautkan dengan pro komunis.

Selain itu, isu lain yang potensial dinilai KSP akan berkembang yakni kriminalisasi ulama. Isu ini menjadi sensitif sehingga pemerintah akan dinilai tidak pro ulama. (kpg/firda)

Berita Lainnya
Leave a comment