Mantan Ketua Umum PP Muhamadiyah, Amien Rais belakangan ini menjadi fenomenal karena aksi politiknya terang-terangan bertolak belakang dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Bahkan cenderung bersatu dengan kelompok yang menamakan diri “korban dari kezoliman pemerintah.”
Di hari lebaran kedua tahun 2017, mantan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu ‘marah besar’ karena sejumlah anggota dan pengurus GNPF MUI bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana.
Ketua Presidium Alumni 212 Ansufri Idrus Sambo mendadak dipanggil Amien Rais ke kediamannya di kawasan Pandean Sari, Condong Catur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Kita dipanggil mendadak sama Pak Amien, untuk membahas soal itu. Tidak ada rencana saya sebelumnya di hari kedua Lebaran mau kemari,” ujar Sambo, Selasa (27/6/2017).
Sambo tidak menampik bahwa saat bertemu Amien Rais sempat membahas soal dampak bertemunya GNPF MUI dengan Jokowi terhadap kepentingan perjuangan umat yang lebih besar.
“Kita bahas dengan Pak Amien, apa dampak yang akan terjadi untuk kepentingan perjuangan umat yang lebih besar, termasuk dampak buruk bagi kredibilitas dan nama baik para ulama terutama Habib (Rizieq) di mata umat, ini yang sangat mungkin terjadi,” ujar Sambo.
Mengapa Benci Jokowi?
Sebelum Joko Widodo terpilih sebagai presiden tahun 2014, terhitung Amien Rais adalah tokoh politik yang paling nyinyir dengan mantan walikota Solo itu.
Pada Selasa, 24 September 2013, Amien Rais mempertanyakan nasionalisme Jokowi. Lalu, berulang pada Kamis 26 September 2013, Amien mengatakan, Jokowi sama dengan mantan presiden Filipina, Joseph Estrada yang dipilih sebagai Presiden Filipina karena kepopulerannya.
Nyinyir pada Jokowi cukup mengherankan. Selain berlebihan, juga karena disampaikan oleh seorang profesor dengan sejumlah catatan prestisius dalam karir politiknya. Sehingga banyak kalangan menyebut, pernyataan pedas dari Amien Rais untuk Jokowi lebih tepat disebut ‘nyinyir’ daripada ‘kritik’. Sebab hanya sebagai luapan emosi, bukan didasari kajian nalar. Kritik itu, hanya tampak sebagai ekspresi kegelisahan menatap popularitas Jokowi.
Jokowi sejak awal masuk ke kancah politik nasional, hadir dengan pola kepemimpinan khas dan menjawab kerinduan publik. Gayanya yang populis, komunikasi politiknya yang menyejukkan hati publik, membuatnya menjadi figur yang dianggap tepat memimpin Indonesia. Pada saat yang sama, ia juga menjadi ancaman paling serius bagi mereka yang berambisi menduduki kursi kekuasaan.
Sebetulnya, dari segi keterikatan geografis dan latar belakang wilayah, Amien Rais tak layak mengejek-ejek Jokowi, karena keduanya berasal dari Solo. Seharusnya ia bangga, bahwa ada orang hebat asal Solo dan menjadi pemimpin berpengaruh saat ini.
Manuver Pada Awal Pendirian PAN
Taktik licik Amien Rais dalam berpolitik sebenarnya bukan cerita baru. Sejak namanya mencuat ke kancah perpolitikan Indonesia pada saat-saat akhir pemerintahan Presiden Soeharto sebagai salah satu orang yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah, ia sudah mulai dikenal licik dalam berpolitik.
Ada kejadian menarik kala itu, terutama pada periode awal ia merintis PAN. Pasca lengsernya, Soeharto, sekitar Juni-Juli 1998, umat Islam melewati masa “Musim Semi” dimana ada kerinduan membentuk partai politik Islam.
Kala itu, sejumlah tokoh Muslim satu suara membentuk Partai Bulan Bintang (PBB). Kursi ketua umum pun disepakati akan diduduki oleh Yusril Ihza Mahendra. Markas Dewan Pimpinan Pusat (DPP)-nya adalah di kediaman Cholil Badawi dan Anwar Haryono.
Tatkala Amien Rais bertandang ke rumah Pak Anwar Haryono pada Juli 1998, ia yang dianggap punya pengaruh besar ditawarkan menjadi ketua umum dan dengan mantap menyanggupi tawaran itu.
Yusril yang saat itu sedang berada di Banyuwangi, Jawa Timur langsung ditelepon dan mengatakan tak keberatan posisinya digantikan Amien Rais. Yusril akhirnya menjadi sekjen.
Adegan mengharukan pun tercipta. Semua yang hadir larut dalam tangis dan saling peluk, dimana Amien Rais pun memeluk dan dipeluk Anwar Haryono yang hanya bisa duduk di kursi roda karena mengidap stroke.
Semua orang menjadi lega dan ditutup dengan doa bersama untuk kesuksesan partai yang diharapkan menjadi partai penerus Masyumi itu. Apalagi Anwar Haryono dikenal sebagai juru bicara Masyumi setelah partai ini dipaksa bubar oleh rezim Soekarno pada 1960.
Amien Rais pun pamit segera pulang karena hari itu hari Jumat dan harus segera melaksanakan salat Jumat di kantor pusat PP Muhammadiyah Menteng, Jakarta Pusat.
Kejadian yang amat dramatis terjadi hanya beberapa jam setelah adegan peluk-pelukan mengharukan di rumah Anwar Haryono itu. Amien Rais tiba-tiba muncul di layar televisi seusai salat Jumat.
Ketika wartawan menanyakan, apakah ia mantap akan memimpin PBB, Amien Rais, ”Saya akan mendirikan partai lain yang lebih terbuka. Bagi saya partai seperti Partai Bulan Bintang, ibarat baju akan ‘kesesakan’ jika saya pakai”.
Pernyataan ini kini dicatat sejarah menjadi pendirian seorang Amien Rais. Ia kemudian memprakarsai berdirinya PAN bersama Goenawan Mohammad, Albert Hasibuan, dll. Platform partai pun dikabarkan disiapkan orang-orang Goenawan Mohammad, walaupun bos Grup Tempo ini tak lama setelah PAN berdiri justru meninggalkan PAN.
Memotong Megawati dan Gus Dur
Kisah soal kelicikan Amien Rais, juga tampak ketika ia berhasil mendepak Megawati – yang dikatakan perempuan tak pantas memimpin – dengan Poros Tengah yakni kelompok partai menengah yang dibentuk untuk mendepak Megawati dalam pemilihan presiden oleh MPR pada 1999.
Pemilu 1999 akhirnya dimenangkan oleh Gus Dur. Kemenangan ini, juga tak bisa lepas dari peran Amien Rais. Namun, dukungannya tak sampai pada akhir masa jabatan Gus Dur.
Banyak analisis mengatakan, Gus Dur yang diturunkan dari jabatannya pada Juli 2001 bukan karena kasus Buloggate dan Bruneigate. Tapi, pengaruh elite politik yang menggulingkan Gus Dur waktu itu sangat kuat, yaitu dukungan Poros Tengah yang melemah. Dan tokoh penting yang berada di belakang kendali Poros Tengah adalah Amien Rais.
Amien Rais, yang awalnya mendukung malah berbalik sikap menekan. Apalagi saat itu hubungan Gus Dur dan Amien Rais memang sudah mulai memburuk. Keretakan hubungan keduanya ikut mempercepat jatuhnya Gus Dur.
Hal ini menjadikan keluarga Gus Dur merasa tak suka dengan Amien Rais. Rasa tak suka itu, sepertinya kelihatan lewat dukungan penuh keluarga Gus Dur atas Jokowi yang sedang dikritik Amien Rais.
Pada saat menghadiri ulang tahun The Wahid Institute yang ke-9, Kamis, 26 September 2013, Jokowi mendapat kehormatan dengan disematkannya peci milik Gus Dur pada kepalanya oleh oleh istri Gus Dur, Ibu Sinta Nuriyah.
“Kenapa diberi peci Gus Dur, karena Pak Jokowi dan Gus Dur mirip. Filosofinya sama, ‘Gitu aja kok repot’ itu sama. Pak Jokowi enggak repot-repot, langsung turun lapangan,” ujar Direktur The Wahid Institute, Yenny Wahid.
Yenny yang juga putri Gus Dur itu mengatakan, Jokowi sengaja diundang dalam acara ini karena ingin mengapresiasi kepemimpinan mantan Walikota Solo ini, yang dinilai membela rakyat terpinggirkan dan menyelesaikan masalah tanpa kekerasan.
Tak Mendukung Hatta
Tak hanya dengan tokoh di luar partai, ia berseberangan. Dengan Ketua PAN saat itu, Hatta Rajasa, Amien Rais pun tak akur. Dalam kesempatan pidato sebagai Ketua Majelis Pertimbangan dan tokoh sentral PAN saat ulang tahun PAN ke-15, 22 Agustus lalu, ia mengkritik sejumlah kebijakan pemerintah (khususnya di bidang ekonomi).
Beberapa term yang keluar dari pernyataan Amien Rais antara lain “bangsa jongos”, “ekonomi hancur-hancuran” dan “kembali ke Pasal 33 UUD 1945”.
Tentu yang menjadi terget kritiknya adalah pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II di bawah kendali SBY, dimana kadernya Hatta Rajasa menjadi salah satu pejabat penting, yaitu Menteri Kordinator Perekonomian (Menko Perekonomian), yang tak lain adalah pengendali ekonomi nasional.
Pidatonya tak lama, sampai kemudian naiklah Hatta ke panggung utama. Dengan body languagepercaya diri, Hatta langsung menyapa para kader PAN. Ada kejutan! Pidatonya berseberangan dengan “kesimpulan” sang pendiri partai. Hatta menyuguhkan sejumlah capaian ekonomi nasional—bidang yang ia kawal selama ini—dengan nada yakin.
Hatta juga menyuguhkan indikator success story bangsa ini di bidang ekonomi, termasuk Indonesia yang kini menjadi kekuatan baru ekonomi dunia. Ia juga meyakinkan publik akan mengawal ekonomi produktif dan menghentikan ekspor bahan mentah.
Pertentantang isi pidato dua orang penting PAN itu memunculkan ke publik aroma pertentangan antarmereka. Ketidakcocokan keduanya juga tampak dalam upaya Amien Rais menjegal mimpi Hatta menjadi Calon Presiden 2014. Terkait niat Hatta ini, Amien Rais menyatakan menolak bila besan SBY itu menjadi Capres.
Pada 8 Juli 2013 lalu, Amien Rais mengatakan, karena politik itu sangatlah lentur maka jika PAN tidak mencapai target 2 digit atau di atas 10 persen dalam perolehan kursi di parlemen, partai berlambang matahari putih ini hanya akan menjadikan Hatta sebagai cawapres.
Ada juga tendensi bahwa, sebenarnya Amien Rais lebih memilih tokoh lain dari kalangan Islam sebagai capres, yaitu Mahfud MD. Tampaknya, ia ingin mengajak PKB berkolaborasi, membentuk Poros Tengah Jilid II. Namun sayangnya pihak PKB tidak merespons positif upaya ini. PKB masih trauma dengan pengkianatan Amien Rais terhadap Gus Dur.
Dewi Fortuna Menjauh
Amien Rais memang doyan menyampaikan pernyataan-pernyataan kontroversial. Menarik bahwa, kerap pernyataannya menunjukkan inkonsisteni. Tentu saja, di balik inkonsitensi itu, ada maksud tersembunyi yang sedang ia mainkan.
Asumsinya, berhubung Pilpres tinggal setahun lagi, maka serangan terhadap Jokowi, didasari upaya Amien Rais untuk mengusung tokoh tertentu pilihannya menjadi Presiden.
Sikap ini konsisten dengan langkahnya pada saat menggalang kelompok Poros Tengah di tahun 1999. Informasi yang diperoleh, saat ini Amien Rais sedang menggalang pertemuan-pertemuan dengan tokoh-tokoh Islam untuk membuat Poros Tengah Jilid II.
Perkembangan ke depannya akan sangat tergantung pada PDIP. Jika Megawati Soekarnoputri, ketua umum partai itu, yang selalu berseberangan dengan Amien Rais memasangkan Jokowi sebagai capres dengan calon internal PDIP, maka Poros Tengah Jilid II kemungkinan besar akan terbentuk. Namun, taktik Amien Rais sesungguhnya masih sulit terealisasi dan kalaupun itu akan terjadi, kemungkinan tak akan berbuah banyak.
Sejarah kiprahnya di dunia politik menunjukkan ketidakberpihakan Dewi Fortuna. Catatan konfliknya dengan sejumlah tokoh, seperti Gus Dur dan Megawati tak kemudian membuatnya menjadi lebih sukses dari mereka. Niatnya menjadi Presiden gagal total pada 2004 karena hanya meraih 15 persen suara.
Ini pertanda bahwa ia tak memiliki pengaruh kuat. Bahkan, pernyataan Amien Rais menjadi blunder bagi PAN. Tentu karena merasa demikian, pada Jumat (27/9), buru-buru PAN memberi klarifikasi atas komentar-komentar Amien Rais. Ketua DPP PAN Bara Hasibuan menegaskan, pernyataan Amien Rais adalah pernyataan pribadi, bukan pandangan partai. (Sumber Indonesiakoran.com)