Untuk Kepentingan Umum

Ketika Petani Bali Menyamar Jadi Musisi

Salah satu personel Navicula, Robi, dikenal sebagai aktivis yang kerap bertualang.

Gede Robi Supriyanto, begitu nama lengkapnya, adalah pria yang mendedikasikan hidupnya pada musik, pertanian, dan isu-isu lingkungan. Hal itu bisa disimak dari lagu-lagu yang dibuat oleh Navicula, seperti yang berjudul ‘Di Rimba’ dalam album LoveBomb.

Pria ini tidak malu menyebut dirinya sebagai petani. Menurutnya profesi itu mengajarkannya mencintai Tanah Air, termasuk terlibat dalam serial Youtube berjudul ‘Viva Barista’, sebuah serial yang membahas tentang perjalanan biji kopi dari hulu ke hilir.

Dalam serial tersebut, Robi berperan sebagai petani kopi. Ia tak sendirian di sana, ada Rio Dewanto yang berperan sebagai pebisnis, Muhammad Aga sebagai barista, dan Rissa Navratilova sebagai penjelajah rempah.

Robi mengaku bahwa petani kopi sudah menjadi profesi keturunan sejak zaman kakeknya.

Pria yang memiliki ladang kopi di salah satu daerah di Bali ini juga akrab dengan dengan petualangan. Terakhir ia terlibat dalam ekspedisi ke Raja Ampat bersama salah satu lembaga non-profit yang fokus pada isu alam.

“Isu kelautan itu berhubungan dengan isu apapun, jadi dunia lingkungan itu sangat berkaitan. Kita semua tahu betapa kayanya Indonesia, tapi ancaman akan kekayaan ini sangat tinggi. Karena keaneka ragaman hayati atau ekosistem ini sangat rawan rusak, susah banget untuk menciptakan kekayaan seperti itu,” ujar Robi saat dihubungi lewat sambungan telepon.

Terkait pariwisata, Robi berpendapat pembangunan pariwisata juga bisa mengakibatkan pengerusakan. Apalagi, ia melanjutkan, kalau tidak terkontrol atau pembangunan lebih cepat daripada desain.

“Di Bali sudah ada remnya, seperti hukum adat dan lain-lain. Tapi itu sering jebol juga karena mindset idealisme yang berubah jadi materialisme,” kata Robi.

Pria yang pernah mengenyam ilmu pariwisata di tingkat perguruan tinggi ini melihat jika pariwisata di Bali ini hanya mengenal dua konsep, yakni alam dan budaya. Untuk itu ia mengajak kepada seluruh masyarakat, khususnya warga Bali, untuk mengenal budayanya.

Dikatakan Robi budaya Bali erat kaitannya dengan agrikultur.

“Kalau mau tahu budaya Bali, paling gampang buka saja Kalender Bali yang dirancang oleh Ketut Bangbang Gde Rawi. Kalau kita bedah, pasti berhubungan sama unsur-unsur agrikultur. Jadi kalau ingin melestarikan budaya bali, maka lestarikan juga agrikultur,” kata Robi.

Bahkan, ia menambahkan, konservasi alam di Bali pun erat kaitannya dengan budaya. Ia memberikan contoh kenapa banyak pura penting di Bali itu dibangun di atas gunung.

Dijelaskannya karena di gunung banyak hutan dan mata air, dua unsur penting untuk irigasi pertanian. Pura itu dibangun agar hutannya tetap lestari.

“Jadi esensi dari pura itu adalah untuk konservasi hutan di gunung. ini Salah satu contoh dan masih banyak sekali, begitu juga dengan di daerah lain di Indonesia. Esensi-esensi itu yang perlu kita gali.” kata pria yang pernah bekerja sebagai marketing di sebuah agen travel.

Robi mengatakan dalam pariwisata, khususnya Bali, alam dan budaya adalah aset yang paling besar. Untuk itu ia mengharapkan agar pariwisata jangan sampai menghancurkan dua hal ini.

“Apa yang dijual oleh pariwisata bali, asetnya kan alam dan budaya. Jangan sampai tokonya menghancurkan barang dagangan, jangan sampai pariwisata menghancurkan alam dan budaya,” ujar Robi.

Pria yang mengantongi sertifikat permakulture untuk pertanian organik dari sebuah instansi di Australia ini bercita-cita, suatu saat nanti pemuda-pemudi di Indonesia yang duduk di kursi pemerintahan bisa melindungi potensi keanekaragaman hayati yang dimiliki bangsa ini.

Untuk mewujudkan mimpinya, ia memulainya dengan beberapa sekolah dasar di Bali. Namun, ia melanjutkan, hanya sedikit sekolah dasar negeri yang tertarik. Justru yang tertarik adalah sekolah-sekolah internasional.

Terkait ilmu pertanian organik yang dimilikinya, Robi mengungkapkan apa yang diajarkan di sana sudah diterapkan sejak era kakeknya pada puluhan tahun yang lalu. Tapi, ia melanjutkan, informasi itu putus di era ayahnya.

“Saya sedikit menyalahkan sistem pendidikan kita di sekolah yang tidak banyak mengangkat kebijakan-kebijakan lokal seperti ini. Misalnya tidak pendidikan tentang pertanian, keanekaragaman hayati, dan kelautan,” pungkas Robi. (den)

Berita Lainnya
Leave a comment