Untuk Kepentingan Umum

Pilkada Serentak, KPK Pangkas Potensi Korupsi dari Parpol

ilustrasi (net)

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M Syarif mengungkapkan, pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak baik langsung maupun tidak langsung sama-sama berpotensi menimbulkan celah untuk korupsi.

Hal itu diungkapkannya merespon upaya DPR yang mewacanakan untuk melalukan revisi terhadap sistem pilkada yang bakal dilakukan serentak di Indonesia tahun 2018 ini. DPR menggandeng pemerintah segera melakukan kajian untuk menentukan keberlanjutan pelaksanaan pilkada langsung yang dimulai dan rentan terjadinya tindakan korupsi.

“Baik langsung maupun tidak langsung potensi korupsinya selalu ada. Kalau langsung yang akan dibombardir dengan uang dan korupsi adalah orang-orang yang mempunyai kekuasaan untuk memilih. Sedangkan yang sekarang sama saja juga sebenarnya,” jelasnya Syarif, Selasa (17/4).

Menurut Syarif upaya revisi terhadap pelaksanaan pilkada yang rentan terjadi praktik korupsi tidak serta merta langsung menjamin korupsi itu hilang. Ia mengatakan, perlu dikaji untuk menemukan formulasi yang tepat agar praktik korupsi dalam pelaksanaan pilkada tak terjadi lagi.

Syarif mengungkapkan, hal paling mendasar terjadinya praktik korupsi dalam pilkada justru bersumber dari partai politik dan pasangan calon (Paslon) kepala daerah. “Saya pikir semuanya harus kembali ke partai politik dan paslon. Mulai sekarang kalau mau bertanding itu, tidak usah memakai uang-uang seperti itu. Yang pakai mahar harus dipangkas,” tegas Syarif.

Syarif bahkan membeberkan usulan dari hasil kajian politik KPK dalam pelaksanaan pilkada terkait rentannya tindakan korupsi. Di dalam usulan itu, KPK menawarkan bahwa parpol bersedia menerangkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan dan kekayaan partai, sistem kaderisasi parpol yang baik dan terkahir parpol harus konsisten mengambil tindakan tegas apabila kadernya melakukan pelanggaran keras.

“Sekarang ini kan banyak sekali calon-calon itu yang bukan kader parpol. Dia menjadi kader parpol selalu ketika dia ingin menjadi calon kepala daerah. Tinggal dicopot saja. Kasian kader-kader yang lain. Hal-hal seperti ini yang mestinya diterapkan,” terangnya.

  1. Partai dan paslon ditegaskan Syarif mesti berkomitmen untuk melaksanakan hal tersebut. Menurutnya yang perlu dilakukan bukan bagaimana mencari caranya, namun terpenting adalah bagaimana memangkas akar persolan praktik korupsi dalam pilkada yang bersumber dari  parpol.

“Saya yakin baik pilkada langsung maupun tidak langsung masih ada kemungkinan praktik korupsi yang begitu besar. Makanya harus mulai dipangkas dari parpolnya,” tutup Syarif. (den)

Berita Lainnya
Leave a comment