Untuk Kepentingan Umum

Aktivis Dorong Rumah Sakit & BPJS Transparan Soal Tata Kelola Obat

Konferensi pers Banten Bersih menyoal tata kelola obat di rumah sakit di Cafe Salbai Venue Kota Serang, Jumat (9/11/2018)

Pihak fasilitas kesehatan salah satunya rumah sakit sebagai rekanan Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan didorong untuk transparan dan akuntabel dalam rencana kebutuhan obat. Hal ini agar tak ada lagi keluhan dari pasien akibat kelangkaan obat atau harus menanggung sendiri kebutuhan obat yang telah ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

Hal tersebut diserukan pagiat Banten Bersih menyikapi pasca terjadinya defisit anggaran BPJS Kesehatan hingga Rp16,5 triliun sehingga pemerintah kemudian memberikan talangan sebesar Rp4,9 triliun.

Gufroni, Koordinator Banten Bersih menyerukan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) atau rumah sakit tidak mengambil keuntungan dari pengadaan obat untuk kebutuhan masyarakat.

Banten Bersih juga mendorong pihak BPJS Kesehatan tidak setengah hati dalam program jaminan sosial ini. BPJS didorong lebih akutabel dan bertanggung jawab pada mitra fasilitas kesehatan. Diharapkan, tak ada lagi tunggakan yang dapat mengakibatkan fasilitas kesehatan membatasi layanannya kepada masyarakat.

“Apalagi, harus membatasi pemberian obat karena ketersediaan yang terbatas akibat kewajiban yang belum dibayarkan,” kata Gufroni dalam keterangan tertulis yang diterima Respublika.id, Jumat (9/11/2018)

Disamping itu, lanjutnya, dibutuhkan sosialisasi dan gotong royong antara BPJS Kesehatan Kantor Wilayah Banten, fasilitas kesehatan dalam hal ini rumah sakit dan masyarakat demi terwujudnya layanan kesehatan memadai. Khususnya mengenai pentingnya program Jaminan Kesehatan Nasional.

“Tapi, hal ini tentunya juga butuh kerja sama pihak Pemerintah Daerah setempat. Karena, dalam Instruksi Presiden Nomor 8 tahun 2017 tentang Optimalisasi Jaminan Kesehatan Nasional, Pemda juga berperan aktif dalam mewujudkan hak masyarakat pada jaminan kesehatan,” tambahnya.

Di Banten, karena defisit anggaran di BPJS, permasalahan antara BPJS dan rumah sakit pun sempat menjadi polemik dan muncul di media massa. Pada Agustus lalu, tagihan rumah sakit ke BPJS mencapai Rp 20 miliar untuk bulan April sampai bulan Juli 2018.

Karena defisit ini juga, kata dia, Kemenkes sempat membuat aturan penurunan pelayanan bagi masyarakat penerima manfaat BPJS. Lahir Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/659/2017 yang tidak lagi menanggung beberapa obat Trastuzumab yang berlaku per April 2018. Lahir juga Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan (Perdirlan) BPJS Nomor 2 tahun 2018 tentang Operasi Katarak, Perdirlan Nomor 3 tahun 2018 tentang bayi baru lahir sehat, Perdirlan Nomor 5 2018 tentang rehab medik. Untungnya, upaya penurunan pelayanan ini dibatalkan akibat desakan masyarakat dan Mahkamah Agung disatu sisi membatalkan aturan tersebut.

“Banten Bersih, beberapa waktu lalu mengadakan forum akuntabilitas mengenai tata kelola obat. Hadir beberapa pemangku kepentingan diantaranya pihak BPJS Kesehatan Kantor Wilayah Banten, dua rumah sakit daerah dan Dinas Kesehatan Kota Serang. Dalam forum tersebut, diakui bahwa era BPJS Kesehatan membawa dampak perubahan di tingkat pelayanan kepada masyarakat termasuk pelayanan obat-obatan,” bebernya.

Berita Lainnya