
Indonesia masih menghadapi tantangan berat dari realisasi program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKPBPK) yang digaungkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Pasalnya, beberapa data survey terhadap indikator capaian program tersebut menunjukkan hasil tidak memuaskan.
Salah satu data itu hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2017 menunjukan angka fertilitas total (TFR) baru mencapai 2,4 anak per wanita dari target rencana strategis BKKBN sebesar 2,3 anak per wanita pada tahun 2017.
Sementara angka prevalensi kontrasepsi (CPR) telah meningkat dari 62 persen pada SDKI 2012 menjadi 64 persen pada SDKI 2017.
Secara nasional, angka fertilitas di Indonesia tercatat sebesar 2,4 anak per wanita, namun antar provinsi terjadi kesenjangan yang cukup besar dari sekitar 2,1 anak per wanita di Provinsi Bali dan Jawa Timur sampai sebesar 3,4 anak per wanita di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Sedangkan untuk prevalensi kesertaan ber-KB, secara nasional di Indonesia tercatat sebesar 64 persen, namun antar provinsi terjadi kesenjangan yang cukup besar dari sekitar 38 persen di Provinsi Papua sampai sebesar 76 persen di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Data SDKI 2017 juga tetap menunjukkan perbedaan angka fertilitas yang cukup bermakna antar daerah perkotaan dan pedesaan. Masyarakat di daerah pedesaan umumnya tetap mempunyai angka fertilitas lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan.
Data SDKI 2017 menunjukkan angka kelahiran total untuk masyarakat di pedesaan sebesar 2,6 per wanita, sedangkan untuk masyarakat tinggal daerah perkotaan sebesar 2,3 per wanita.
Disamping itu, berdasarkan karakteristik latar belakang persentase pemakaian kontrasepsi paling rendah adalah pada wanita yang tidak sekolah, yaitu sebesar 35 persen, sedangkan persentase kebutuhan pelayanan KB yang tidak terpenuhi tertinggi adalah pada wanita yang tidak sekolah dan tidak tamat SD sebesar masing-masing 12 persen.
Data tersebut mencerminkan tugas berat BKKBN kedepan. Untuk mendukung upaya penguatan program tersebut, BKKBN harus didukung oleh sumber daya manusia aparatur yang kompeten sehingga siap menghadapi berbagai tantangan lingkungan strategis dan kompeten di bidang tugas masing-masing.
Kepala Bidang Pendidikan dan Latihan (Diklat) pada Perwakilan BKKBN Banten Iswandi, saat ini yang terus didorong oleh pihaknya adalah pengembangan sumber daya manusia aparatur yang berkompeten untuk melaksanakan tugas terkait pengendalian penduduk.
“Kami terus lakukan pelatihan kepada aparatur, agar target yang telah ditetapkan dapat tercapai,” ungkapnya usai menjadi narasumber Promosi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi di Era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang, Kamis (19/11/2018).
Peningkatan kapasitas dan kompetensi aparatur itu, kata Iswandi, memiliki peranan yang sangat penting, karena berdasarkan data-data hasil survey itu, menunjukkan BKKBN memikul tugas yang berat. Karenanya, ia pun mengimbau, karena tugas pengendalian penduduk bukan semata-semata diberikan kepada institusinya, maka ia berharap peran aktif dari berbagai pihak untuk mendukung serta melakukan terobosan dalam pengendalian pertumbuhan penduduk.
“Tentu ini tugas bersama, bukan BKKBN saja, tentu perlu sinergitas berbagai pihak, salah satunya pemerintah daerah,” tambahnya.
Masih kata Iswandi, kepesertaan KB aktif yang menggunakan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) harus terus ditingkatkan selain menurunkan tingkat putus pakai kontrasepsi.
“Dua hal ini menjadi penting sebagai sasaran strategis bersama, sehingga dimensi pembangunan manusia di Indonesia melalui KKBPK lebih mudah diwujudkan,” tandasnya.