Untuk Kepentingan Umum

Formasi Soroti Pengelolaan Sampah di TPA Cipeucang

Tampak gunung sampah di TPA Cipeucang Kota Tangsel. (foto: istimewa)

Warga Tangerang Selatan soroti upaya pengelolaan sampah di TPA Cipeucang yang dinilai tidak optimal dan berdampak buruk terhadap masyarakat.

Forum Masyarakat Serpong Peduli (Formasi) merangkum sejumlah efek dari TPA Cipeucang yang disinyalir tidak dikelola dengan benar.

Ketua Formasi, Ahmad Najib, mengatakan, dampak utama dari sampah adalah bau, dan itu sudah meresahkan warga.

Ia memberikan contoh salah satu anggotanya yang harus pindah rumah karena tak kuat dengan bau TPA Cipeucang.

Tak hanya itu, bau sampah juga menurunkan harga jual rumah miliknya.

“Sampai jual rumah, pindah ke wilayah yang lebih jauh dari sampah. Harga jual rumah jadi murah, karena orang berpikir ulang tinggal di sekitar TPA,” ujar Najib di Jalan Rida Hias, Serpong, Tangsel, Rabu (27/2/2019).

Selain itu, Najib juga mengungkapkan, efek bau TPA Cipeucang, orang-orang jarang mau makan di acara hajatan yang berlokasi di sekitar tempat gunung sampah itu.

“Jadi kalau di daerah itu, otang hajatan itu, orang jarang mau makan. Karena bagaimana mau makan baunya luar biasa,” jelasnya.

Soal penyakit, Najib menceritakan awal tahun 2018, pernah beraudiensi dengan DPRD Tangsel, untuk membahas polusi sampah Cipeucang dengan membawa tiga anak yang terserang koreng.

“Waktu kita audiensi dengan DPRD itu kita bawa anak yang terkena penyakit yang diindikasikan karena polusi sampah, jadi koreng-koreng, waktu itu ada tiga anak. Di wilyah kapling RT 2 RW 4,” jelasnya.

Berdasarkan dampak buruk di atas dan beberapa lainnya, Formasi berasumsi ada indikasi pengelolaan TPA yang tidak benar.

Pemkot Tangsel selalu menyebut pengelolaan sampah di TPA Cipeucang menggunakan sistem sanitary landfill, padahal berdasarkan pengamatan Formasi, TPA yang dikelola Dinas Lingkungan Hidup itu masih menggunakan sistem open dumping.

Sanitary landfill merupakan sistem penimbunan, jika sampah yang dibuang setebal 30 centimeter, maka sampah tersebut harus ditimbun tanah dengan ketebalan yang sama.

Sistem ini dapat meminimalisasi bau, dan membuat gas methan serta lindi (air sampah) dapat dikelola dengan baik.

Hal itu berbeda dengan open dumping yang terbukti berdampak negatif terhadap lingkungan dari mulai bau, hingga menimbulkan bibit penyakit.

“Asumsi kita analisis kita, TPA ini tidak dikelola dengan benar. Yang kita dengar di awal pengelolaan itu menggunakan sistem sanitary landfield, hari ini kan faktanya open dumping. Ini bukan rahasia lagi, sudah sangat normatif,” jelasnya.

Dugaan lain terkait pengelolaan sampah yang tidak benar adalah tekait lindi.

Najib dan kawan-kawan berasumsi air sampah dari dua gunung sampah yang ada di Cipeucang tidak dikelola dengan benar.

Foto-foto dari para aktivis lingkungan, membuktikan sampah Cipeucang sudah bersentuhan langsung dengan Sungai Cisadane.

Tentu tanpa parit yang mengalirkan lindi ke sistem pengelolaan, lindi akan merembes dan turun ke Cisadane.

Seperti diketahui, Sungai Cisadane merupakan penyuplai air di wilayah Tangerang Raya.

“Kalau berdasarkan wawasan kita dari melihat TPA di wilayah lain, kemungkinan pengelolaan lindi yang kurang, yang tidak prosedur, mungkin ya seperti itu. Dikhaeatirkan mengalir ke Cisadane,” jelasnya. (den)

Berita Lainnya