Untuk Kepentingan Umum

Waspadai Praktek Jual Beli Suara, Bawaslu Tangsel Pantau Caleg Partai

Sebanyak 1.200 boks surat suara tiba di Gudang Komisi Pemilihan Umum (KPU) Tangerang Selatan.

Persaingan antar caleg di Tangsel terbilang cukup ketat. Hal itu bisa dilihat dari jumlah 683 caleg di Tangsel yang bakal berebut 50 kursi empuk di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tangsel.

Persaingan tersebut berpotensi pada adanya praktek jual-beli suara, Bawaslu Tangerang Selatan (Tangsel) mewaspadai potensi jual-beli suara tersebut.

Komisioner Bawaslu Tangsel Bidang Pengawasan dan Hubungan Antar Lembaga, Slamet Sentosa mengatakan praktek jual-beli suara dengan perjanjian mengalihkan dukungan konstituennya dari satu caleg ke caleg lain yang bersedia membeli dengan uang, perlu menjadi fokus pengawasan. Modus seperti ini sering dilakukan oleh caleg menjelang pencoblosan.

Untuk mencegah praktek tersebut terjadi, Bawaslu akan tetap melihat potensi itu sebagai salah satu fokus pengawasan.

Menurut Slamet, pengumpulan massa di hari tenang jelang pemungutan suara dengan modus mendatangi rumah ke rumah yang dilakukan broker perlu diwaspadai.

“Sampai saat ini kita belum menemukan, namun kita tetap melihat potensi itu sebagai salah satu fokus pengawasan. Ketika masa tenang yang menjadi fokus utama, modusnya dengan datang kerumah-rumah dan mengumpulkan orang dalam suatu tempat dimasa tenang,” terang Slamet Sentosa, Senin (8/4).

Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaky Mubarak mencatat terdapat berbagai modus jual-beli suara jelang Pemilu. Salah satunya pengalihan suara yang dilakukan caleg dengan barter uang kepada caleg lain sesuai perjanjian.

“Satu konstituen bisa dihargai 50 ribu hingga 100 ribu. Jadi pengalihan suara dibarter dengan uang, pola ini yang saat ini umum terjadi,”jelas Zaky Mubarak.

Meski demikian, Zaky menilai jual-beli suara jelang Pemilu berpotensi masih kuat. Ia mencontohkan seperti penangkapan oleh KPK atas caleg Golkar yang diduga akan melakukan serangan fajar dengan uang puluhan milliar.

“Modelnya kebanyakan cash and carry, jadi caleg memberikan uang kontan ke pemilih dalam jumlah tertentu. Ada juga money politics yang tidak langsung, biasanya menjanjikan bangun ini itu atau memberi sesuatu bila nantinya berhasil terpilih,”bebernya. (den)

Berita Lainnya