Untuk Kepentingan Umum

Soekarno Pernah Cuekin Kemal Idris

Ada kejadian menarik dalam acara pelantikan anggota DPR pekan yang lalu. Puan Maharani terpilih sebagai Ketua DPR. Sang ibu, Megawati Sukarnaputri yang juga mantan Presiden RI ke-5 datang menghadiri. Saat akan memasuki podium tempat undangan VVIP, Megawati terlihat melengos  ketika beberapa orang tokoh hendak menyalaminya. Mereka yang dilewatkan Megawati adalah Surya Paloh, Ketua Partai Nasdem dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari petinggi Partai Demokrat.

Sikap buang muka Megawati bisa jadi soal perkara politik. Di masa kepresidenannya (2001—2004), Megawati pernah bersitegang dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang tidak lain ayah AHY. SBY adalah salah satu menteri Megawati yang kemudian saling berlawan dalam pemihan presiden 2004. Sementara Paloh sebagai ketua umum Nasdem adalah sekutu PDIP dalam pemilu 2019 namun belakangan mulai bermanuver politik sendiri.

Ibarat pepatah, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Ayah Megawati, Sukarno, Bapak Proklamator yang juga Presiden RI pertama pun pernah berlaku demikian. Perlakuan Sukarno itu berbekas dalam memori dan kalbu seorang perwira bernama Ahmad Kemal Idris.

Kemal Idris adalah perwira yang mengarahkan moncong meriam ke arah Istana Negara dalam peristiwa 17 Oktober 1952. Saat itu Kemal berpangkat mayor dan menjabat sebagai Komandan Resimen ke-7 Divisi Siliwangi. Menurut Kemal, aksi “koboy” nya itu dilakukannya atas perintah KSAD Kolonel Abdul Haris Nasution.

“Yang dipersalahkan, sudah tentu, Nasution dan pasukan-pasukannya seperti saya dan beberapa perwira lain. Kami lalu diperiksa Kejaksaan Agung sampai beberapa hari,” ujar Kemal Idris dalam Memoar Senarai Kiprah Sejarah Jilid 3.

Peristiwa itu selesai dengan diberhentikannya Nasution sebagai KSAD. Beberapa perwira yang terlibat dalam peristiwa itu dikenai disiplin dan sanksi. Meski demikian, Bung Karno tampaknya masih memendam geram kepada Kemal Idris.

 

Pada bulan November 1952, Sukarno mengumpulkan semua komandan resimen, komandan divisi, dan panglima teritorium ke Istana. Bung Karno berkeliling istana menghampiri para perwira. Sebagai tuan ramah, Sukarno beramah tamah dengan menyalami satu demi satu perwira yang hadir.

 

“Tetapi tiba pada giliran saya, ia seakan-akan tidak melihat saya, sehingga tidak mengulurkan tangan untuk berjabatan. Saya dilewatkannya begitu saja.” Kenang Kemal Idris dalam otobiografinya Kemal Idris: Bertarung dalam Revolusi.

 

Perlakuan cuek Sukarno membuat Kemal Idris merasa terhina. Nelangsa bagi Kemal Idris belum cukup sampai disitu. Karier militer Kemal dikemudian hari ikut dibikin macet. Jabatannya sebagai komandan resimen dicopot. Jatahnya untuk sekolah komando ke luar negeri malah dialihkan ke perwira lain. Kemal hanya diberi tempat untuk dikaryakan di Departemen Pertahanan dan Keamanan. Ruang kerjanya ditempatkan jauh di belakang gedung, dekat dengan toilet. Karena frustrasi dan kecewa, Kemal sempat mengisi waktunya dengan berjudi.

Pakar politik militer Salim Said dalam Menyaksikan 30 Tahun Pemerintahan Otoriter Soeharto mencatat Kemal memang tidak kehilangan jabatan sebagai aksi pasang meriam itu. Tapi sejak itu, Kemal “dicatat” Sukarno sebagai musuh. Akibatnya, karier militer Kemal terhambat lama.

Nasib baik menghampiri Kemal ketika dirinya dipindahkan ke Kostrad. Pada 1965, Kemal mendampingi Panglima Kostrad Mayjen Soeharto sebagai kepala staf. Sementara itu, kekuasaan Sukarno mulai goyah akibat gonjang-ganjing politik pasca meletusnya G30S. (historia)

Berita Lainnya