Tanggal 16 November disebut Hari Toleransi Internasional (International Day for Tolerance). Harapannya, dengan diperingatinya hari toleransi bisa meningkatkan rasa saling pengertian antar budaya dan bangsa. Juga mengedukasi publik tentang masalah-masalah yang menjadi perhatian juga dalam rangka memperkuat pencapaian kemanusiaan.
Kecenderungan untuk hidup bermasyarakat tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pokok, akan tetapi juga menghasilkan kelengkapan hidup yang akan memberikan kepada manusia kebahagiaan, tidak saja secara material, namun juga spiritual. Salah satu kelengkapan hidup adalah timbulnya bermacam pemikiran atau ide. Ini bisa diartikan bahwa ide kebebasan dalam versi Farabi merupakan sebuah kecenderungan alami, dengan tujuan kebahagiaan hidup Sejak ada Covid-19 di Indonesia, kebebasan berkumpul tersebut terhalang, meski bersifat sementara demi meminimalisir adanya penularan, tapi tetap saja hal tersebut berpengaruh buruk terhadap rasa toleransi antar agama, budaya dan bangsa.
Dalam hal ini saya rasa cukup dengan menggunakan pendekatan sosiologi dan antropologi, yang mana pendekatan sosiologis itu adalah sebuah pendekatan yang lebih mengarah pada objek, melihat orang-orang yang bersangkutan dengan objek tersebut, misalnya melihat agama Islam dengan cara melihat orang-orang sekitar, karena yang diutamakan dalam pendekatan ini adalah masalah sosial yang tengah berkembang di masyarakat. Sehingga tidak hanya tahu tentang kesimpulannya saja tetapi juga tahu bagaimana memberi solusi yang tepat terhadap masalah tersebut.
Sementara yang dimaksud dengan pendekatan antropologi yaitu memahami agama dengan wujud ibadah praktiknya yang berkembang di masyarakat. Sehingga kita bisa memahami betul bahwa ritual ibadah dan budaya di setiap daerah itu berbeda sehingga diharapkan dengan mengetahui perbedaan itu mampu menumbuhkan rasa solidaritas yang tinggi.
Nah, dengan adanya kedua teori tersebut, diharapkan pula dapat menjadi kolaborasi yang baik untuk menciptakan tatanan masyarakat yang bisa menerima perbedaan tanpa mempermasalahkan perbedaan tersebut. Namun di tengah pandemi seperti sekarang ini seharusnya konteks itu lebih ditekankan pada rasa toleransi terhadap sesama manusia. Fokus pada persoalan banyak masyarakat yang kesulitan dalam hal ekonomi, diharapkan masyarakat yang lain mampu meringankan beban tersebut dengan membantu kebutuhan mereka. Hal lain yang dapat dilakukan untuk terus memberikan edukasi tentang toleransi kepada masyarakat agar hal yang tidak diinginkan tidak terjadi.
Seperti halnya mempertontonkan keegoisan seseorang, serta ketidakadilan pemerintah terhadap masyarakat yang baru terjadi di Indonesia. Kasus Ustad Maher dengan Nikita Mirzani sebenarnya tak perlu diributkan dibesar-besarkan. Masalah yang bermula dari ocehan Nikita Mirzani yang menyebut Habib Rizieq Shihab (HRS), sebagai tukang obat. Ocehan itu lalu dibalas dengan perkataan yang lebih hina, yakni menyebut Nikita lonte. Kondisi tersebut diperparah saat HRS mengadakan maulid nabi di kediamaannya. Saat memberikan ceramah, ia menyinggung Nikita Mirzani dengan sebutan lonte dan sebagainya. Hal ini sebetulnya disayangkan lantaran habib malah turut memanaskan situasi. Harusnya dapat berpikir positif, bijak, dan berakhlak mulia, bukan malah memperkeruh suasana, dengan mengucapkan bahasa yang tak sepantas nya terucap dari seorang tokoh agama. Sebab Rasulullah pun bersabda ketika beliau mendapati hinaan dari orang-orang yahudi, “Ampunilah kaumku ya Allah! Sesungguhnya mereka (menghina/menyakitiku) karena tidak tahu.”
Bahkan seperti yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an :
ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ
Arab-Latin: Ud’u ilā sabīli rabbika bil-ḥikmati wal-mau’iẓatil-ḥasanati wa jādil-hum billatī hiya aḥsan, inna rabbaka huwa a’lamu biman ḍalla ‘an sabīlihī wa huwa a’lamu bil-muhtadīn Terjemah
Arti: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (*)
*Nur Amalia Dini Priatmi- Mahasiswa Pascasarjana Perbandingan Politik, Universitas Indonesia.