Ratusan hektar lahan pertanian di Kota Tangsel hilang dalam satu dekade.
Dari sebanyak 220 hektar, saat ini lahan bercocok tanam Kota bertajuk Cerdas Modern dan Religius itu hanya tersisa 3 hektar.
Kepala Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Kota Tangsel Febri Putra mengatakan, menyusutnya lahan pertanian tersebut disebabkan alih fungsi lahan lantaran sudah dikuasai oleh pengembang-pengembang besar.
“Tahun 2011 saya disini (BPP-red), lahan pertanian disini kurang lebih ada 220 hektar sawah di Tangsel. Sekarang abang mau tau ada berapa? Hanya tersisa 3 hektar. Memang diambil pengembang. Lebih dari 70 persen lah yah, di pengembang semua,” kata Febri kepada Wartawan, ditulis Senin (11/10/2021).
Kendati begitu, Febri mengungkapkan, minimnya lahan pertanian tak menyurutkan dirinya dalam menjalankan tugas sebagai penyuluh pertanian, mengajak masyarakat untuk tetap melakukan kegiatan bercocok tanam.
Di Tangsel, kata dia, saat ini telah terbentuk 112 gabungan kelompok tani (Gapoktan) yang didominasi Kelompok Wanita Tani (KWT).
“KWT kita sudah berhasil membuat olahan daun kelor menjadi coklat dan teh, menggunakan sistem hydroponik dan aquaponik, kemudian memakai lahan yang ada disini, untuk sama sama membudidayakan semua jenis komoditas,” ungkapnya.
Selain itu, di balai pertanian yang terletak di Jalan Pertanian nomor 1, Kelurahan Jombang, Ciputat tersebut, Febri menuturkan, juga mulai membudidayakan tanaman anggur yang diinisiasi oleh Komunitas Anggur Tangsel (KAT), yang berada di bawah naungan Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA), salah satu organisasi yang dipayungi Kementerian Pertanian.
“Kita terus berkoordinasi dengan KTNA soal upaya upaya membangun komoditas selain anggur. Karena, saat di beberapa daerah terjadi lonjakan harga bawang dan cabai, Kota Tangsel tidak terlalu merasakan dampaknya,” pungkasnya. (ari)