Untuk Kepentingan Umum

19 Kasus Gagal Ginjal Akut di Banten, Terbanyak di Kabupaten Tangerang

RESPUBLIKA.ID –  Sebanyak 19 kasus gagal ginjal akut terjadi di Provinsi Banten.

 

Kasus tersebut tersebar di empat Kabupaten Kota yang ada di tanah Jawara.

 

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten Ati Pramudji Hastuti menuturkan, gagal ginjal akut terbanyak terjadi di Kabupaten Tangerang dengan 10 kasus, menyebabkan 8 pasien meninggal dunia.

 

Kemudian, kata Ati, 6 kasus terjadi di Kota Tangerang, 2 kasus di Kota Tangsel dan 1 kasus gagal ginjal akut terjadi di Kabupaten Lebak.

 

“Di Kota Tangerang 4 pasien meninggal, Tangsel 1, dan 1 orang di Lebak meninggal juga. Jadi sisanya sembuh,” kata Ati saat ditemui di Ice BSD, Kamis (3/11/2022).

 

Menyikapi terjadinya gagal ginjal akut di wilayahnya, Ati mengatakan telah membetuk tim yang terdiri dari Polda, BPOM dan juga Dinkes Provinsi Banten, untuk melakukan pengawasan dan pembinaan kepada toko-toko obat.

 

Kendati, kata dia, penyebab gagal ginjal akut belum diketahui secara pasti penyebabnya.

 

“Kami punya tim dari Polda, BPOM dan Dinkes yang melakukan pembinaan dan pengawasan. Karena sampai saat ini apakah gagal ginjal akut misterius itu penyebabnya adalah toxic dari obat tersebut?. Ini kan belum pasti dengan jelas, jadi kita masih sifatnya persuasif,” katanya.

 

Dengan maraknya penyakit yang menyerang anak itu, Ati menghimbau masyarakat agar tidak panik menyikapi adanya gagal ginjal akut.

 

Sebab, kata dia, Pemerintah terus berupaya melakukan penelitian dan mencari solusi, guna mencegah penyebaran penyakit tersebut.

 

“Masyarakat dalam menyikapi adanya ginjal akut pada anak tidak usah panik. Kalaupun anak demam disarankan pertolongan pertamanya kompres, beri banyak minum. Kalaupun harus minum obat, ya harus dari fasilitas kesehatan, karena kita engga tau dosisnya berapa,” pungkasnya.

 

Melansir halaman resmi Kementerian Kesehatan, beberapa waktu terakhir, kasus gagal ginjal akut banyak menyerang anak-anak berusia 6 bulan sampai 18 tahun. Adanya kenaikan kasus terjadi dalam kurun waktu 2 bulan terakhir, paling banyak didominasi oleh anak berusia 1 – 5 tahun, diduga akibat

cemaran senyawa Etilen Glikol dan Dietilen Glikol (EG dan DEG) pada obat sirup yang dikonsumsi balita. (Ari)

Berita Lainnya
Leave a comment