Dampak Kepemimpinan Otoriter dalam Sistem Politik Demokratis
RESPUBLIKA – Sistem politik demokratis membutuhkan sebuah kepemimpinan yang mampu mewakili aspirasi dan kepentingan rakyat serta menjaga prinsip-prinsip demokrasi. Namun, kepemimpinan otoriter yang bersifat otoritatif, oportunistik dan kekuasaan mutlak dapat berdampak negatif terhadap stabilitas dan kualitas demokrasi dalam suatu negara.
Kepemimpinan otoriter dapat menghambat kemajuan demokrasi dengan cara mempersempit ruang gerak partisipasi publik, menekan hak asasi manusia, mengabaikan hak kebebasan pers, serta menghalangi kebebasan pers, serta menutup diri terhadap masukan-masukan kritis dari berbagai pihak, Rabu 8 Maret 2023.
Contoh nyata dari dampak kepemimpinan otoriter dalam sistem politik demokratis adalah kasus negara-negara di Asia Tenggara seperti Myanmar, Kamboja, dan Filipina. Pada 1 Februari 2021, militer Myanmar mengambil alih pemerintahan sipil dan menangkap pemimpin terpilih, Aung San Suu Kyi.
Selain itu, pemerintahan militer juga melakukan pemadaman internet, menangkap aktivis, serta menutup akses media. Kasus serupa terjadi di Kamboja, di mana pemerintahan Hun Sen menindak tegas para aktivis pro-demokrasi dan mengurangi kebebasan pers.
Filipina juga mengalami dampak kepemimpinan otoriter saat Presiden Rodrigo Duterte melarang media yang kritis terhadap kebijakan pemerintahannya.
Dalam konteks global, dampak kepemimpinan otoriter juga terlihat pada adanya kecenderungan populisme dan nasionalisme yang memperkuat sentimen anti-demokrasi.
Pemimpin-pemimpin otoriter seringkali memanfaatkan retorika anti-elit, anti-globalisasi dan anti-imigrasi untuk memenangkan dukungan publik. Namun, hal tersebut dapat memicu polarisasi, konflik dan menurunkan kualitas demokrasi.
Untuk itu, penting bagi masyarakat dan pemerintah untuk mengambil tindakan untuk menjaga dan memperkuat sistem politik demokratis dari dampak kepemimpinan otoriter.
Salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan memperkuat lembaga-lembaga demokratis seperti sistem peradilan yang independen, kebebasan pers, dan partisipasi publik yang lebih aktif dan kritis.
Selain itu, pemerintah juga harus menjamin adanya transparansi dan akuntabilitas dalam kebijakan publik, serta membatasi kekuasaan kepala negara agar tidak melanggar hak asasi manusia dan kebebasan berbicara.
Melalui upaya ini, diharapkan sistem politik demokratis dapat bertahan dan berkembang di tengah tantangan yang ada.
Dengan demikian, kepemimpinan otoriter dalam sistem politik demokratis dapat berdampak negatif pada stabilitas dan kualitas demokrasi dalam suatu negara.
Hal ini dapat terlihat pada penekanan hak asasi manusia, kebebasan pers, dan partisipasi publik yang dibatasi, serta terjadinya polarisasi dan konflik akibat retorika populisme dan nasionalisme.
Oleh karena itu, upaya untuk memperkuat lembaga-lembaga demokratis seperti sistem peradilan yang independen, kebebasan pers, dan partisipasi publik yang aktif dan kritis perlu dilakukan untuk menjaga dan memperkuat sistem politik demokratis.
Pemerintah juga harus menjamin adanya transparansi dan akuntabilitas dalam kebijakan publik dan membatasi kekuasaan kepala negara agar tidak melanggar hak asasi manusia dan kebebasan berbicara. Dengan demikian, diharapkan sistem politik demokratis dapat bertahan dan berkembang di tengah tantangan yang ada.