Untuk Kepentingan Umum

Selamat Purna Tugas Kanda Zein

Namanya Achmad Mudjahid Zein. Ia asli kampung Cirewed, Cikupa, Kabupaten Tangerang. Sepuluh tahun terakhir dirinya menjabat komisioner KPU Kota Tangerang Selatan.

Tepat hari ini, Jumat (16/6), ayah tiga anak ini mengakhiri tugasnya sebagai penyelenggara pemilu.  Tentu banyak kenangan tentang sosok alumni UIN Syarifhidayatullah Jakarta tersebut.

Perkenalan saya dengan Zein (sapaan akrabnya) sekira tahun 2013 lalu. Waktu itu, ia bersama Mohamad Subhan, Badrussalam, almarhum Bambang Dwitoro, dan Samhani, baru saja dilantik menjadi anggota KPU Kota Tangsel. Kantornya masih di Ciputat (sekarang Puspem Kota Tangerang Selatan).

Berpakaian kemeja panjang dengan celana bahan, Zein tampak duduk bersebelahan dengan almarhum Bambang Dwitoro.  Tak ada yang spesial waktu bertemu pertama kali dengannya. Rambutnya lurus lebat, badannya agak gempal.

Ia mengenakan sepatu sneaker bermerk Lotto. Cukup trendi.  Kantor KPU tidak semegah sekarang yang berlantai empat. Kantornya cukup sempit hanya memiliki beberapa ruangan saja. Tidak ada ruangan anggota, hanya untuk ruangan ketua. Ditambah satu ruangan untuk rapat dengan meja bundar berukuran sedang.

Zein tampak masih beradaptasi dengan intensitas dunia kerja yang baru. Maklum, sebelumnya, ia bekerja sebagai fasilitator pada program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM); sebuah program yang diinisiasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Tujuan program ini untuk penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Beberapa tahun bekerja pada PNPM lalu menjadi penyelenggara pemilu, tentunya Zein harus beradaptasi.

Walaupun, ia pernah punya pengalaman sebagai pemantau pemilu pada 2007-2008. Tetapi terjun sebagai penyelenggara penuh waktu ya, ketika menjadi komisioner KPU Kota Tangsel.

Maka itu, Zein dituntut bekerja cepat. Waktunya singkat karena ada gawean besar, pemilu 2014. Kurang dari setahun, Zein harus bisa langsung beradaptasi.

Berbekal pengalamannya sebagai aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat, membuat ia tak butuh waktu lama untuk bisa mengikuti ritme sebagai penyelenggara pemilu.

Singkat cerita pemilu 2014 di Kota Tangerang Selatan berjalan sukses. Tidak ada kendala berarti. Semua sesuai on the trackSetahun paska pemilu 2014, ada tugas lagi. Pilkada Kota Tangerang Selatan. Itu pun berjalan lancar yang menghasilkan pemenang pasangan Airin Rachmi Diany-Benyamin Davnie.

Begitupun Pilgub Banten yang melahirkan pemenang Wahidin Halim-Andika Hazrumy. Begitupun pemilu 2019, yang merupakan periode kedua Zein sebagai komisioner KPU Kota Tangerang Selatan.

Lalu setelah itu ada Pilkada yang digelar ketika pandemi Covid19. Sempat ada penundaan, dari Februari 2020 diundur menjadi Desember 2020. Meski gelaran pilkada dalam masa pandemi, namun esensi pesta demokrasi bisa dikatakan berhasil. Pilkada ketiga di kota termuda di Provinsi Banten ini menghasilkan pemenang Benyamin Davnie-Pilar Saga Ichsan.

Gawean besar pesta demokrasi itu tentunya membuat Zein sebagai penyelenggara kian matang. Suka- duka melaksanakan pemilu tentunya membekas bagi pria 41 tahun ini.

Dalam pelbagai kesempatan berdiskusi dengannya, ia banyak berkisah tentang demokrasi, yang menurutnya semakin baik. Walaupun banyak kekurangan-kekurangan yang bisa ditambal.

Misal, pelaksanaan pemilu langsung, pemilihan anggota DPD, dan lain sebagainya. Bagi Zein, pemilu bukan sekadar datangnya masyarakat berbondong-bondong ke TPS. Lalu mencoblos.

Bukan hanya itu, tapi ada pendelegasian kekuasaan dari individu pada kolektif. Jadi, pemilu adalah seremonial penyerahan kuasa individu.  “Jangan hanya dihitung sebagai angka-angka saja. Ada kesakralan di dalamnya. Berupa penyerahan mandat dari individu menjadi kolektif,” katanya saat memulai diskusi, pertengahan tahun lalu.

Sebagai penyelenggara, pemikiran-pemikirannya cukup kritis.  Ia bisa cerita berjam-jam hanya untuk mengupas partai politik, yang menurutnya harus dikuatkan.  Dalam artian, parpol menjadi garda terdepan dalam pendidikan politik.

Parpol, kata Zein, sebagai laboratorium ideologi, berkumpulnya cendekia merumuskan arah bangsa mau dibawa kemana.  Juga sebuah organisasi yang tugasnya melahirkan pemimpin bangsa.

Maka itu, marwah parpol harus benar-benar dijaga. Jangan sampai hanya menjadi tempat kos-kosan politisi, yang ketika tidak cocok, keluar, kemudian bergabung dengan partai lain.

Parpol menurut Zein adalah gudangnya ideologi. Ia harus dijaga kesuciannya, tidak boleh sembarangan orang bisa berpindah partai dengan mudahnya.   Ketika parpol bisa menjalankan tugas dan fungsinya, menjalankan kaderisasi, menjadi rumah pendidikan politik, secara alamiah akan lahir kader yang mumpuni, cerdas, ideologis.

Ide-ide itu yang nantinya akan diimplemtasikan dalam kebijakan, baik melalui para kader yang duduk di eksekutif ataupun legislatif. Kembali kepada marwah pemilu itu yang menurut Zein jangan hanya dilihat sebagai ritual lima tahunan belaka.

Tapi dari coblosan itu ada hope (harapan) yang diimplementasikan dalam ruang bilik TPS yang sakral.  Lewat coblosan itu sesungguhnya terjadi peralihan kekuasaan dari yang sifatnya individu menjadi kolektif. Ada pemberian mandat kuasa, lewat para wakil yang bertarung dalam setiap pemilu. Makanya keluar istilah wakil rakyat.

“Menurut saya penguatan partai politik menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua. Jangan sampai parpol hanya sebagai syarat orang mau menjadi pejabat saja. Tidak memahami apa itu parpol yang fungsinya mulia, laboratorium ideologi,” ujarnya.

Ia pun mendorong masyarakat sipil untuk terlibat dalam penguatan demokrasi, baik melalui lembaga formal ataupun informal.  Lewat saluran-saluran yang disediakan harapannya akan terciptanya pemilu yang demokratis.

Lahirnya para wakil rakyat yang kritis, cerdas, pandai bernegoisasi, yang muaranya untuk kepentingan masyarakat. Sikap kritis Zein jika dilacak memang sudah ditempa sejak masih duduk dibangku kuliah.

Ia aktif sebagai kader HMI. Pelbagai jabatan di kampus pernah diembannya. Mulai dari Sekjen BEM hingga ketua Partai Reformasi Mahasiswa (Parma) Fakultas Dakwah. Pengalamannya sebagai aktivis mahasiswa terbawa hingga menjadi penyelanggara pemilu.

Bagaimana ia bisa menjadi seorang komisioner KPU yang tugasnya melaksanaan pemilu hingga berjalan sukses.  Pasti ada trik khusus yang tidak semua orang bisa melakukannya. Urusan memberikan motivasi ia terhitung jago.

Seperti tahun lalu, ketika saya mencoba peruntungan menjadi anggota pengawas pemilu tingkat kecamatan atau Panwascam. Waktu itu secara tes akademik nilai saya tertinggi dari peserta lainnya.

Begitu pun saat sesi wawancara tidak ada pertanyaan yang sulit. Semuanya bisa dijawab. Namun, keberuntungan bukan milik saya. Singkat cerita saya gagal menjadi anggota Panwascam. Zein yang memberikan motivasi.

Hampir empat jam, saya teleponan dengannya. Ia memberikan semangat.  Kata dia, kegagalan adalah hal yang lumrah. Biasa. Jangan dilihat gagalnya. Ada banyak pengalaman yang didapat dari kegagalan itu.

“Bagi seorang petarung, kegagalan adalah bumbu-bumbu sebuah kompetisi. Jangan dilihat gagalnya sekarang. Ada hikmah dibalik kegagalan itu,” ujar Zein waktu itu dari gagang telepon.

Selang beberapa bulan ketika ia bicara soal kegagalan, Zein mengalami hal serupa. Waktu itu, ia mendaftar menjadi komisioner KPU Provinsi. Semua tahapan dilalui. Dari tes akademik, psikotes, hingga wawancara. Ia masuk 14 besar, atau satu langkah menuju komisioner KPU Provinsi.

Persiapan untuk mengikuti tahapan tersebut dilaluinya. Ketika ditanyakan peluang menjadi komisioner KPU Banten, ia menjawab diplomatis.  “Semua proses sudah dilalui. Itu bagian dari ikhtiar. Jika tidak lolos berarti takdir saya bukan di provinsi,” katanya.

Nah, waktu yang ditunggu, tiba. Pengumuman komisioner KPU Provinsi. Minggu, 21 Mei 2023, sekira pukul 10.00 WIB, HP saya mendapatkan kiriman Whatssapp (WA). Isinya nama-nama yang lolos menjadi komisioner KPU.

Saya cek, tidak ada nama Achmad Mudjahid Zein. Gawat, bang Zein tidak lolos. Saya melihat status teman-teman. Isinya ucapan selamat kepada komisioner KPU yang lolos. Nama Zein tidak ada.

Selang beberapa jam saya telepon Zein. Dari gagang telepon suaranya biasa saja. Tidak menunjukkan kekecewaan.  “Gua kaga lolos, Us. Mungkin ini yang terbaik. Ada hikmahnya,” kata Zein dengan santainya.

Ia pun bicara tentang rencana ke depannya. Untuk sementara mau istirahat dulu, cooling down. Sambil mau wisuda, katanya, kebetulan, ia memang sudah lulus pascasarjana di Universitas Muhammadiyah Jakarta. Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,96. Bukan kaleng-kaleng. Nilainya paling jelek A-, sisanya A.

Bagi saya luar biasa, di tengah kesibukannya sebagai penyelenggara, ia masih bisa belajar dengan nilai tertinggi.

Saya pun berkirim pesan, mengucapkan selamat. Ternyata di hari terakhirnya sebagai komisioner KPU, pelbagai ucapan datang kepadanya. Mulai dari UIN hingga UMJ. Isinya selamat purna tugas Kanda Achmad Mudjahid Zein.

Sepuluh tahun bertugas menjadi penyelenggara memberikan banyak tempaan, hikmah, pengalaman, dan lain sebagainya.

Akhir kata, selamat mengabdi di tempat baru, Kanda. Semoga sukses. (*)

*Firdaus Rahmadi

(CEO Media Online UMKM)

Berita Lainnya
Leave a comment