Menggaet “Pasar Politik” Pemilu 2024
RESPUBLIKA.ID – Dinamika Politik Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 semakin meningkat pasca pasangan calon Presiden dan wakil Presiden melaksanakan debat kandidat yang di adakan oleh KPU.
Debat kandidat itu merupakan bagian tahapan yang dilaksanakan saat di mulainya masa kampanye.
Sedangkan, kampanye adalah kegiatan peserta Pemilu atau pihak lain yang ditunjuk untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta Pemilu.
Diketahui bersama bahwa warga negara Indonesia yang menguasai “Pasar Politik” adalah pemilih muda. Berdasarkan data Daftar Pemilih Tetap KPU pada Juli 2023, 52 persen pemilih 2024 merupakan pemilih muda. Dimana, pemilih berusia 17-30 tahun mencapai 31,23 persen atau sekitar 63,9 juta jiwa, dan pemilih berusia 31-40 tahun sebanyak 20,7 persen atau sekitar 42,4 juta jiwa.
Meski suara kaum muda dianggap bisa menentukan calon pemimpin, namun karakter pemilih muda yang didominasi oleh generasi milenial dan generasi Z ini adalah mudahnya mereka mengubah pilihan atau sering disebut dengan istilah moody, dimana mereka mengubah pilihan menyesuaikan dengan suasana hati, pikiran dan emosi.” kata pakar politik Fisipol UGM, Dr. Mada Sukmajati.
Loyalitas Pemilih
Loyalitas seorang pemilih harus dicerminkan dengan keterlibatan, ikatan dan dukungan terhadap partai politik melalui partisipasi aktif. Kemudian, loyalitas dapat dilihat dengan adanya keinginan, komitmen dan tindakan nyata konstituen untuk mencoba menarik orang-orang diluar partainya, (firmansyah, 2008).
Hubungan relasi menjadi treatment yang kuat untuk mendapatkan bentuk perhatian dari masyarakat pemilih, terutama kaum muda. Model komunikasi politik yang terjadi saat berinteraksi pun harus dapat melihat era disrupsi saat ini.
Mungkin saja komunikasi dan “jualan Kampanye” yang di suguhkan secara sederhana dan tidak menjual produk-produk yang di anggap berat oleh masyarakat.
Selain itu, pemanfaatan media digitalisasi juga di rasa sangat penting. KPU mengatur tentang kampanye melalui media sosial dengan jumlah 20 di masing-masing akun medsos.
Siap atau tidak sarana dan prasarana tersebut harus di siapkan dengan baik. Sebab, output yang didapat adalah edukasi politik secara baik dan simple serta yang terpenting dapat di terima oleh masyarakat.
Bentuk kepedulian terhadap suasana kehidupan masyarakat (sense-making) dapat membangkitkan situasi hubungan emosional yang akan membuat kedekatan komunikasi menjadi baik.
Tentunya, media komunikasi tersebut dapat di lakukan dengan berbagai macam model dan cara, seperti tatap muka, udara dan komunikasi persuasif secara langsung (door to door) atau dengan media gambar luar ruang, iklan media cetak dan elektronik.
Keterlibatan Aktor Muda
Berbeda dengan isu gender terkait dengan afirmasi action keterwakilan Perempuan 30% dalam politik dan pencalonan legislatif dari partai politik, aktor muda belum menjadi perhatian utama, apalagi partai politik banyak mengusung petahana di masing-masing daerah pemilihan guna mempertahankan kursi yang sudah ada.
Para aktor yang tampil sebagai bagian tim pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, merupakan Vote getter yang di harapkan menyumbangkan lumbung suara muda, melalui basis jaringannya.
Pada level nasional terdapat para aktor muda yang di berikan “kekuasaan” untuk menggaet pasar politik Pemilu 2024. Namun, pada level kabupaten/kota hingga akar rumput masih di dominasi oleh para elit partai lokal yang tergabung dalam koalisi.
Pergerakan politik yang dilakukan sering kali tidak menyentuh pada level bawah. Kegiatan-kegiatan seremonial yang sering di lakukan juga putus di tempat atau berhenti, tidak ada bentuk gerakan politik yang menyasar setelah itu.
Padahal problem loyalitas politik hingga terbangunnya sebuah komitmen adalah faktor utama dalam mendukung penguatan kelembagaan sebuah gerakan. Meskipun tahapan kampanye sangat singkat, namun roda waktu dapat di buat menjadi gerakan politik yang dinamis dan greget.
Artikel ini ditulis oleh Penggiat Pemilu, Ahmad Syailendra