Pekan-pekan ini jalur trans Jawa kembali ramai. Musababnya, perantau yang sudah pulang kampung kembali lagi ke tanah rantauan. Mereka akan kembali mengais rezeki setelah seminggu berlebaran di kampung halaman.
Hampir seminggu berlalu sejak Idul Fitri berkumandang. Jalan-jalan ibukota yang pada hari biasa ramai kembali renggang saat musim lebaran. Berganti sudut-sudut jalanan di Jawa Barat, Jawa Tengah, ataupun Jawa Timur, dipenuhi para perantau yang balik ke rumahnya dulu.
Mereka bersalam-salaman. Mengunjungi sanak famili. Bercerita tentang keadaan masa kecil. Tak lupa amplop yang sudah disiapkan ditaburkan ke sanak keluarga.
Suasananya ceria. Rumah penuh dengan kue-kue makanan khas lebaran. Baju-baju paling baik juga dipakai. Plus minyak wanginya.
Tak ayal rutinitas tahunan ini memang menarik untuk dilalui. Sebelumnya mal-mal ramai pengunjung yang ingin membeli kebutuhan-kebutuhan saat lebaran.
Tunjangan Hari Raya (THR) ditebar. Uang kemudian dipakai selama musim lebaran. Ada yang membeli daging, pakaian, jajan, dan lain sebagainya.
Ekonomi kembali menggeliat karena perputaran uang meningkat. Semuanya kebagian. Dari industri rumahan sampai yang paling besar. Efek domino dari lebaran dirasakan.
Banyak yang mengatakan kalau lebaran bukan hanya momentum orang bermaaf-maafan saja. Ada banyak makna dan budaya dibalik tradisi tahunan tersebut.
Kita menyebutnya imbas dari lebaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi. Melahirkan distribusi uang secara lebih merata. Karena semua orang bisa merasakan dampak dari lebaran ini.
Kini lebaran sudah berakhir. Aktivitas mulai kembali menggeliat. Yang bekerja kembali masuk kantor. Yang dagang kembali menjajakan dagangannya.
Masyarakat pun disibukkan aktivitasnya masing-masing. Pemberitaan mengenai arus balik menghiasi layar kaca. Hampir semua tontonannya menyiarkan aktivitas arus balik.
Terutama berita mengenai aktivitas jalur tol Trans Jawa yang memang paling menarik untuk disiarkan. Kendaraan mengular di gerbang tol Cikampek. Kebijakan contra flow diberlakukan yang katanya bikin antrean kendaraan bisa diminimalisir.
Yang pasti semua kebijakan dibuat untuk meminimalisasi kepadatan atau lebih tepatnya kemacetan. Ya, namanya lebaran pasti akan terjadi kepadatan. Mau dibuat kebijakan seperti apapun.
Tugas pemerintah kan meminimalisasi terjadinya kepadatan. Walaupun banyak yang mengatakan, macet, padat, dan sejenisnya merupakan seni dari yang namanya mudik.
Bayangkan saja, jutaan kendaraan secara bersamaan pergi dan pulang. Sementara ruas jalannya tetap sama. Nah, agar tak terjadi kepadatan panjang tugas pemerintah adalah mengatur.
Maka dibuat kebijakan one way, contra flow, dan sebagainya. Pun dengan pemberlakukan work from home (WFH) khusus buat pegawai pemerintah. Aturan itu ada untuk meminimalisasi antrean.
Diharapkan aturan itu bisa membuat pemudik yang bekerja di instansi pemerintah tidak pulang pada waktu-waktu padat atau puncak arus mudik.
Terjadi pendistribusian kendaraan secara merata, tidak numplek pada satu waktu. Apakah kebijakan itu akan berhasil? Rasa-rasanya tidak akan berpengaruh signifikan. Hanya saja dapat mengurangi.
Tak hanya itu, pemudik yang pulang pada waktu tertentu juga dapat diskon. Misal yang pulang pada 17-19 April dapat potongan 20 persen khusus untuk yang dari GT Kalikangkung-Cikampek.
Kebijakan itu juga untuk menarik pemudik agar tidak pulang pada waktu-waktu yang diprediksi akan padat. Apakah akan berhasil?Bisa jadi bisa tidak. Musababnya tidak semua pemudik bekerja di instansi pemerintah atau sebagai pekerja lepas.
Banyak yang bekerja sebagai karyawan yang waktunya tidak fleksibel. Perusahaan swasta rasa-rasanya tidak bisa mengakomodir pengurangan waktu kerja. Soalnya hari libur bisa dibilang dapat bikin rugi perusahaan; gaji tetap diberikan sementara waktu kerjanya berkurang.
Ini yang bikin perusahaan tidak sefleksibel instansi pemerintah. Bagi perusahaan libur empat atau lima hari sudah lama. Tidak bisa ditambah lagi. Maka itu opsi wfh ataupun diskon tarif tol pada hari-hari tertentu tidak akan berdampak besar.
Kemacetan akan terjadi di sepanjang jalan tol trans Jawa. Antrean bakal tetap ada. Ya, namanya juga lebaran. Tak macet tak seru. Itu seninya, kalau kata pemudik. (Firdaus)