Pulang ke Rumahnya, Ibu di Tangsel Dipolisikan Dituding Masuk Pekarangan Orang Lain Tanpa Izin
RESPUBLIKA.ID – Seorang Ibu di Pondok Betung, Kecamatan Pondok Aren, Kota Tangsel Sumiyati (57) dilaporkan ke Polisi, dengan tuduhan memasuki pekarangan orang lain.
Padahal, Sumiyati hendak pulang ke rumah yang ditempatinya dari peninggalan orang tuanya sendiri dan telah ditempatinya sejak puluhan tahun lalu.
Wanita paruh baya itupun kini dihantui persidangan yang akan di lakukan di Pengadilan Negeri Tangerang beberapa waktu ke depan, atas tuduhan tersebut.
Sulaiman N Sembiring, Kuasa Hukum Sumiyati mengatakan, laporan Polisi itu masih bertalian dengan kasus sengketa tanah yang sedang dialami oleh kliennya.
Dimana, tanah warga yang menjadi ahli waris diklaim oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), termasuk tanah milik Sumiyati.
Walaupun, kata Sulaiman, perkara kepemilikan tanah itu telah dimenangkan ahli waris tingkat Kasasi pada 1995 lalu.
“Gugatan yang diajukan warga ke PN Tangerang pada tahun 1992 dimenangkan oleh warga, kemudian diperkuat oleh Mahkamah Agung (MA) pada tahun 1995 dengan putusan kasasi,” kata Sulaiman, Sabtu (8/2/2025).
Sulaiman menuturkan, meski telah menang dalam kasasi, eksekusi putusan tidak berjalan karena keterbatasan dana warga untuk melakukan langkah hukum lebih lanjut.
Kemudian, situasi semakin rumit ketika BMKG diam-diam mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA pada tahun 2000 tanpa sepengetahuan warga.
“Putusan PK baru keluar tujuh tahun kemudian, pada 2007, yang memenangkan BMKG dengan novum berupa kwitansi pembayaran kepada seseorang bernama Raden Kurdi Broto Dilaga, tercatat sebagai Bupati Tangerang pada 1956-1959,
bukan pada tahun 1964 saat tanah diklaim dibeli BMKG,”tuturnya.
“Lebih mencengangkan, warga baru mengetahui adanya putusan PK tersebut pada tahun 2017, atau sepuluh tahun setelah putusan keluar. Jika mereka mengetahui lebih awal, warga bisa mengajukan PK kedua,” tambahnya.
Oleh sebab itu, Sulaiman mengaku akan mengajukan PK kedua ke MA demi memperjuangkan hak kliennya itu, meski berbarengan dengan persidangan perkara atas tuduhan masuk pekarangan.
“Putusan itu tidak tepat, sehingga kami akan segera mengajukan PK kedua agar Mahkamah Agung bisa memeriksa kembali pertahanan kasus ini. Ada banyak hal yang ganjil dan harus dikoreksi,”ucapnya.
Menurut Sulaiman, kasus sengketa tanah yang dialami kliennya memiliki banyak kejanggalan, seperti tidak adanya proses jual beli, baik kepada orang tua maupun ahli waris yang masih ada.
Lalu, munculnya seorang bernama Muslihuddin sebagai pelapor dalam perkara yang dialami Sumiyati juga menambah daftar kejanggalan kasus tersebut.
Sebab, kata dia, identitas pelapor tidak jelas, bahkan dikabarkan telah meninggal dunia.
Selain upaya hukum luar biasa, tim kuasa hukum juga berencana meminta atensi dari Presiden, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) serta DPR, agar kasus ini mendapatkan perhatian serius dari pemerintah.
“Kalau bukan negara yang melindungi hak masyarakat, lalu siapa lagi? Kami akan meminta perhatian Presiden, Menteri ATR, dan DPR agar kasus ini tidak diabaikan. Salah satu jalur yang bisa ditempuh adalah melalui Pak Nusron Wahid,”tandasnya.