Untuk Kepentingan Umum

Korban Perkosaan di Bawah Umur, Hilangnya Harapan Pendidikan Anak di Tangsel

Goiril (2,5) duduk di pangkuan ibunya Beno (18).

Beno (18) nama samaran, adalah salah satu korban pemerkosaan anak di bawah umur di Ciater Tangerang Selatan hingga mempunyai dua orang anak, kasus tersebut terungkap Juli 2017 silam, seiring berjalannya waktu, kini kondisi Beno beranjak pulih dari trauma.

Perbuatan keji itu dilakukan ayah kandungnya sendiri, walau sudah mendekam di balik jeruji, perbuatan ayahnya sampai saat ini meninggalkan bekas luka dikehidupan keluarga Beno.

Kondisi keluarga Beno memprihatinkan, setelah ayah sebagai tulang punggung keluarga mendekam di penjara, anak Beno yang kedua diadopsi saat berumur dua  bulan, kini Beno tinggal bersama nenek asuhnya, adik laki-lakinya Betong (12) nama samaran, dan putra sulungnya Goiril (2,5) nama samaran. Beno putus sekolah, Beno juga harus berhadapan dengan kondisi ekonomi keluarga yang memburuk, tidak adanya tulang punggung keluarga untuk menggantungkan hidup, selama ini Beno hanya mengandalkan belas kasihan tetangga.

Nenek asuh Beno yang sudah berusia senja, sejak lama tak mampu bekerja, adik Beno berhenti sekolah sepeninggal ayahnya di penjara,  Betong yang dulu sempat mengenyam Sekolah Dasar di bangku kelas lima, harus terhenti di tengah jalan, padahal adiknya itu masih ingin bersekolah.

Beno pendiam dan polos, saat ditanya keinginannya untuk melanjutkan sekolah, Beno hanya menjawab “bingung”, ia tak tahu masih ingin bersekolah atau tidak, alasannya takut Goiril anak sulungnya tidak ada yang jaga. Beno yang hanya lulus Sekolah Dasar, harapannya untuk melanjutkan sekolah sirna, masa remaja Beno harus berbeda dengan teman-teman sebayanya yang masih sekolah.

“kalau melanjutkan sekolah, mungkin saya sudah kelas 1 SMA,” ungkap Beno saat ditemui di rumahnya di bilangan Ciater Tangerang Selatan.

Padahal Beno termasuk siswi yang pintar, Beno lulus Sekolah Dasar tahun 2014, dalam catatan ijazah Beno, tercatat nilai rata-rata Beno 7.78, tidak ada nilai dalam ijazah Beno dibawah nilai 7, bahkan nilai mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menjadi nilai paling tinggi, yaitu 8.40. Kini, jangankan berimajinasi dengan cita-cita yang tinggi, bagi Beno, kenyataan pahit hidup telah ia rasakan sejak dini.

Lilis tetangga Beno menjelaskan kondisi hidup Beno yang memprihatinkan itu, menurutnya sejak pengungkapan kasus pemerkosaan terhadap Beno oleh jajaran Polres Tangerang Selatan berdampak pada kondisi mental Beno, seperti remaja seumurannya yang lain, Beno masih memerlukan bimbingan orang tua, pergaulan sosial Beno terganggu, Beno jadi enggan bersekolah lantaran malu oleh teman-temannya.

Keluarga dan tetangga di lingkungan sekitar pernah mendorong Beno untuk melanjutkan sekolah. Bahkan seorang guru dari sekolah Beno sering datang menemuinya untuk mengajak Beno melanjutkan sekolah, namun Beno tetap tidak mau.

“Beno menjadi pendiam, mungkin itu juga karena dulu oleh ayahnya sering di ancam dan dilarang main ke luar rumah, pasti ada trauma dan menggangu mentalnya,” tutur Lilis.

Menurut Lilis, kondisi seperti Beno pasti tidak mudah dihadapi oleh anak seusianya, keadaan seperti itu membutuhkan bimbingan konseling atau trauma healing, namun sayangnya ungkap Lilis, Pemerintah Tangerang Selatan yang mempunyai perangkat memadai abai terhadap kondisi Beno.

“Kelurahan disini acuh, dari Dinas Sosial yang katanya mau datang jenguk juga ternyata enggak, KPAI juga katanya ada yang mau ngurusin anaknya, ternyata tidak ada, kita kan gak ngerti kondisi psikologis begitu,” tutup Lilis. (den)

Berita Lainnya
Leave a comment