Nama Pangalengan rasanya sudah tidak asing lagi. Selain dikenal karena udaranya yang sejuk, daerah yang masuk Kabupaten Bandung ini juga terkenal karena susu murni Pangalengan. Produk ini begitu familiar pada masa 1990an. Pedagangnya membawa sepeda beserta tiga bok kecil dengan varian rasa cokelat, strawberry hingga vanilla. Sepedanya juga dimodifikasi dengan menaruh speaker dan tape kecil. Mungkin biar pedagangnya tidak bosan. Alunan lagu yang keluar dari bilik sepeda itu juga punya ciri khas dan mudah diingat, “Susu Murni Pangalengan”. Pakaian pedagangnya khas; biru dongker.
Selain karena susu murni, pada awal 2000an nama Pangalengan juga kesohor. Ya, daerah ini ternyata mencetak atlet bulu tangkis top dunia. Namanya Taufik Hidayat. Pria asli Pangalengan tersebut menjadi juara Olimpiade 2004, All England, Asian Games, dan sederet prestasi hebat lainnya. Taufik Hidayat bahkan sejajar dengan legenda bulutangkis dunia seperti Lin Dan ataupun Lee Chong Wee. Jika di sepak bola mungkin ia bisa disandingkan dengan Lionel Messi, Pele maupun Diego Maradona.
Akhir pekan lalu, teman saya Abdullah Jumaebi Ahmad, jurnalis yang tengah menjajal usaha media, mengajak liburan ke Pangalengan. Mendengar daerah itu saya langsung teringat dua kata; susu murni dan Taufik Hidayat. Keduanya seakan menjadi promo gratis kecamatan yang berbatasan dengan Kabupaten Garut tersebut.
Dengan mengajak anak istri, Senin (16/1), saya berangkat jelang matahari meninggi sekira pukul 11.00 WIB. Perjalanan menuju Pangalengan lancar karena tidak sedang hari libur. Jalan tol yang biasanya padat kendaraan tak begitu ramai. Hanya saja karena sepanjang perjalanan banyak istirahat, waktu tempuh dicapai sekira enam jam. Jam menunjukkan 15.00 ketika saya tiba di Soreang, Kabupaten Bandung.
Daerah ini mengingatkan saya sama anak muda kaya raya, yang sempat bikin heboh. Namanya Donny Salmanan. Ia masih 22 tahun namun punya kekayaan yang luar biasa. Sempat dijuluki Crazy Rich, sebuah istilah orang super kaya. Sayangnya, Donny tersangkut masalah hukum lantaran kekayaan yang didapatnya melalui hasil tipu-tipu. Udara di Soreang sejuk panas padahal cuacanya cukup terik. Mungkin daerah Priangan sejak dulu diberikan anugerah udaranya tak panas meski lagi kemarau.
Ruas jalan di Soreang cukup tertata meski ada jalan yang kurang mulus. Jarak Soreang ke Pangalengan satu jam. Di tengah-tengah perjalanan saya melewati kecamatan Cimaung. Pikir saya, wilayah ini rasa-rasanya tidak asing, meski sebelumnya tidak pernah singgah. Ingatan langsung tertuju pertengahan 2022, ketika melihat plang besar bertuliskan makam Emmeril Kahn Mumtaz; anak muda lulusan ITB yang merupakan putra kandung Gubernur Jawa Barat Mochamad Ridwan Kamil. Kematiannya tragis karena tenggelam di sungai Bern, Swiss.
Berita tragedi Eril yang bikin heboh memenuhi ruang-ruang publik selama beberapa pekan. Media berlomba-lomba memberitakan tentangnya. Dari tenggelam, jenazah ditemukan sampai pemakaman. Semuanya disiarkan media, baik lokal, nasional, ataupun internasional. Pejabat tinggi tak ketinggalan menyampaikan duka cita. Berita tentang Eril bisa dibilang setara dengan kematian tokoh-tokoh penting nasional. Mungkin gegara efek media sosial yang berkembang sehingga akses informasinya mudah didapat. Ditambah, ia merupakan putra gubernur populis yang pengikut di media sosialnya mencapai 40 juta follower.
Area makamnya cukup besar dikelilingi persawahan besar dengan hamparan yang menyejukkan mata. Ditambah udara sejuk membuat tubuh terasa segar. Dari area makam Eril ke lokasi penginapan butuh waktu 30 menit. Lantaran sudah menjelang magrib kawasan tersebut mulai ditutupi kabut dengan jarak pandang kira-kira lima meter.
Jalan yang berkelok-kelok bikin saya harus ekstra hati-hati karena meleng sedikit bisa berbahaya. Setelah melalui perjalanan yang bikin sport jantung akhirnya sampai lokasi. Namanya wisata Taman Langit. Untuk masuk ke area ini dari jalan besar harus lewat jalan yang cukup curam. Ditambah jarak pandang yang dekat karena kabut tebal.
Wisata Taman Langit berada di ketinggian 1.700 meter di atas permukaan laut. Cukup tinggi. Untuk mencapai lokasi harus melalui tangga yang dibuat dari kayu. Cukup panjang sekira 500 meter. Pikir saya, hebat juga orang-orang kampung ini bisa membuat tangga panjang yang kalau dilihat seperti tembok raksasa Cina yang legendaris itu.
Ketika tiba, Abi (sapaan akrab Ahmad Jumaedi Abdullah) sudah lebih dulu sampai. Saya memang tidak barengan berangkatnya karena Abi tidak langsung ke lokasi tetapi mampir ke rumah mertuanya di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. Ia sudah berangkat sejak pagi. Membawa perlengkapan camping yang cukup banyak, Abi cukup sigap. Bermodal pengalaman sebagai anak gunung, yang bikin pria 32 tahun ini tak terlihat lelah. Jalannya cepat meski tengah membawa barang-barang dengan beban yang cukup berat. Konon Abi sudah kerap naik ke sejumlah gunung di pulau Jawa. Mulai dari Pangrango, Papandayan, Gede, Semeru, Merbabu hingga Slamet. Pengalaman ini rasanya cukup bikin Abi terbiasa dengan kawasan dataran tinggi. Misalnya, tak kedinginan meski tengah berada pada suhu 15 derajat celcius.
Saya mengenal Abi sejak beberapa tahun lalu. Perkenalannya karena sama-sama dari profesi jurnalis. Ia kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarifhidayatullah Jakarta. Sayangnya tidak lulus. Tak putus asa, dirinya kemudian pindah ke Universitas Pamulang mengambil jurusan Teknik. Lulus dan menyandang gelar Sarjana Teknik. Tak puas hanya menjadi Sarjana Teknik, kini, ia kuliah lagi di kampus yang sama dengan mengambil jurusan hukum. Abi ternyata santri dan lulusan pondok Darul Qalam. Pesantrennya cukup kesohor karena menghasilkan beberapa tokoh penting. Dari mantan walikota Cilegon Tubagus Imam Ariyadi, Ketua DPRD Kota Tangerang Selatan Abdul Rasyid, hingga Ketua Baznas Kota Tangerang Selatan Muhamad Subhan.
Abi kini merintis usaha media. Ia pemilik media online Siarnitas dengan slogan “Jernih Menyiarkan”. Awak medianya diambil dari junior di kampus yang berasal dari kader HMI. Ia aktif di organisasi tertua tersebut. Kalau berdiskusi biasanya banyak bercerita tentang HMI beserta jaringan lokalnya. Ya, aktivis HMI di Tangsel memang mewarnai dinamika politik lokal. Ada yang jadi LSM, wartawan, politisi, sampai pegawai negeri.
Saya cukup banyak kenal dengan kader HMI di Tangsel. Diskusi dengan mereka cukup mengingatkan saya ketika masih mahasiswa di Yogyakarta. Abi termasuk wartawan yang berpikiran maju. Ia tak terjebak berada pada zona nyaman, seperti bekerja pada satu media besar hingga bertahun-tahun. Walau tanpa jenjang karir, kepastian hak ataupun uang pensiun.
Makanya Abi sejak muda merintis membangun media, meski dengan sumber daya manusia seadanya. Jauh dari kata layak. Rasa-rasanya Abi percaya dengan ucapan Bung Karno soal anak muda. Dimana Bung Besar pernah berkata “Berikan aku sepuluh pemuda, maka aku guncang dunia”. Semangat kata itu dapat dimaknai perubahan ada di tangan kaum muda. Dan Abi sekarang mencoba merintis hal itu, meski tidak mudah karena tantangannya berat. Bisnis media seperti bisnis pada umumnya, di dalamya ada persaingan, adu ide, intrik, monopoli, hingga penguasaan kapital yang mengerucut pada satu kelompok.
Semangat yang dibangun Abi tergambar saat membawa awak redaksinya liburan ke Taman Langit. Dari ketinggian ribuan meter dasar laut, Abi mencoba membangun kekompakan, menyamakan ide sampai persepsi. Kata Abi, anak-anak muda punya mimpi besar, semangat besar, ide besar.
Saat berbicang dengannya di pagi buta, ketika matahari masih malu-malu menampakkan wajahnya, ia menggambarkan Siarnitas sebagai ciptaan tuhan yang tengah tersenyum. Abi mengutip kata-kata budayawan, fenomenolog, psikolog, Martinus Antonius Weselinus Brouwer atau MAW Brouwer, yang mengatakan bumi Priangan diciptakan tuhan ketika sedang tersenyum.
Ia ingin menggambarkan spirit, keindahan, optimisme, ide, ada dalam Siarnitas. Baginya anak muda hanya punya ide dan semangat. Dengan kobaran optimisme dan daya juang. Itu harus terus dipupuk hingga kemudian membesar dan mengguncang.
Sama halnya dengan tanah Priangan yang indah, bak gadis muda dengan dada ranum, senyum tipis, dan ungkapan kata-kata indah. Ya, seperti Siarnitas yang Jernih Menyiarkan. Ada semangat dan gejolak kaula muda di dalamnya.
Pagi kemudian tiba. Matahari mulai terlihat. Udara terasa hangat. Kabut mulai pergi. Kebun-kebun teh dengan gagahnya tersenyum. Menyinari bumi Priangan yang kian cantik. Saya kemudian bergegas untuk berswafoto mengambil gambar dari pelbagai sudut. Abi lalu bergegas pergi. Ia rupanya sudah ditinggu tim Siarnitas untuk merumuskan ide-ide yang akan dituangkan pada 2023 ini. Waktu kemudian berjalan pelan-pelan dengan manisnya. Salam. Selamat tahun baru Imlek. Gong XI Fat Cai (Firdaus)