Tak Ada Guru Walikota yang Jadi Korban Penggusuran di Cibodas
CIBODAS-Kabar rumah guru Walikota Tangerang Arief R Wismansyah yang menjadi korban penggusuran di Kampung Mekarsari, di RT 02 RW 06, Kelurahan Panunggangan Barat, Kecamatan Cibodas, Kota Tangerang, Rabu (06/12/2017), ternyata tidaklah benar.
Salah satu guru SDN 6 Tangerang yang enggan disebutkan namanya memastikan, Sugani yang merupakan warga korban penggusuran bukanlah guru yang pernah mengajar langsung kala Arief mengenyam pendidikan di sekolah tersebut.
“Pak Gani (Sugani,red) itu tidak pernah mengajar Pak Walikota, Saya ini tahu benar sejarahnya. Karena Saya juga guru di SD 6 Tangerang semasa Pak Walikota sekolah,” kata guru tersebut kepada wartawan, Jumat (8/12/17).
Menurut guru yang pernah mengajar langsung Arief itu, Sugani memang benar pernah mengajar di SD 6 Tangerang, namun tak pernah mengajar di kelas Arief. “Kalau kakaknya Pak Walikota memang pernah jadi murid dia (Sugani,red),” tambahnya.
Meski demikian, guru tersebut mengaku ikut prihatin atas musibah yang dialami warga Kampung Mekarsari. Ia pun berharap pemerintah kota bisa memberikan solusi terbaik bagi warga korban penggusuran.
“Tentu kita semua prihatin atas penggusuran itu. Saya berharap ada win-win solution yang diberikan pemkot kepada warga,” tandasnya.
Sebelumnya, Sugani, salah satu warga yang rumahnya turut terkena penertiban oleh Satpol PP mengaku pernah menjadi guru kala Arief duduk di bangku SD 6 Tangerang. Bahkan ia mengaku mengajar di kelas Arief selama dua tahun, yakni saat Arief kelas 5 hingga 6 di sekolah tersebut.
Diketahui sebelumnya, ratusan rumah warga di Kampung Mekarsari digusur oleh Satpol PP yang didampingi aparat. Penggusuran dilakukan lantaran warga menempati lahan yang diklaim oleh Pemkot merupakan fasos fasum hasil serahterima dari pengembang Palem Semi.
Pantauan respublika.id, sejumlah warga masih bertahan di dekat puing-puing rumah mereka yang terkena gusuran. Bahkan, banyak warga yang tidur di atas batu nisan di pemakaman yang lokasinya bersebelahan dengan perkampungan yang digusur.
Warga menolak menempati Rusunawa yang disiapkan Pemkot untuk menampung mereka. Mereka beralasan rusunawa hanya diberikan sebagai tempat penampungan sementara dan hanya diberi waktu satu pekan untuk tinggal di tempat tersebut. (putra/firda)