Untuk Kepentingan Umum

Ketika Para Wartawan Nyalon di Pilkada

Wartawan berpolitik itu hal biasa. Semua profesi pun bisa melakukan hal tersebut karena memang tidak ada yang melarangnya. Mungkin karena wartawan yang terjun ke dunia politik, mungkin jadi hal yang luar biasa. Meskipun sejak Orde Lama ataupun Orde Baru sudah banyak nama-nama mantan wartawan yang menduduki posisi tertentu.

Burhanuddin Mohamad Diah dan Harmoko pernah menjadi anggota DPR. Bahkan Harmoko yang pernah menjadi Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, menduduki jabatan Menteri Penerangan RI, dan menjadi Ketua Umum Golkar pada era Orde Baru. Lalu ada Adam Malik, wartawan pendiri LKBN Antara ini pernah menjadi Menteri Luar Negeri, bahkan Wakil Presiden (1978-1983).

Memasuki era reformasi (1998-sekarang), sejumlah wartawan terjun ke politik. Ada yang masuk ke jalur eksekutif, legislatif, hingga mendirikan partai politik. Seperti Saifullah Yusuf (Gus Ipul) sebelumnya menjadi anggota DPR dari PDIP. Gus Ipul yang mantan wartawan Detik kemudian menjadi Wakil Gubernur di Jawa Timur (Pemilu 2009) dan kini tengah berlomba mengikuti pemilihan calon gubernur Jawa Timur 2018.

Bambang Soesatyo politisi asal Golkar dulunya wartawan Suara Karya, Efendi Choirie mantan wartawan Harian Surya Surabaya kemudian anggota DPR dari PKB, Ramadhan Pohan anggota DPR dari partai Demokrat sebelumnya mantan koresponden Jawa Pos di Washington DC.

Beberapa tokoh pers nasional juga ikut mendirikan partai politik. Misalnya, Erros Djarot (eks wartawan Detik) mendirikan Partai Nasionalis Bung Karno (PNBK), Goenawan Muhamad (Tempo) ikut mendirikan Partai Amanat Nasional (PAN), Surya Paloh (Media Indonesia/Metro TV) ikut mendirikan Partai Nasional Demokrat (Nasdem). Di luar tiga nama itu, masih ada Dahlan Iskan tokoh pers nasional, pendiri grup Jawa Pos, pernah menjabat Menteri BUMN.

Dan kini pada pertarungan Pilkada serentak 2018, sejumlah insan pers turut meramaikan kancah perpolitikan Indonesia. Khusus Jawa Timur, sosok Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Margiono sudah bersiap maju sebagai calon bupati Tulungagung periode 2018-2023. Tidak tanggung-tanggung, Margiono langsung diusung 8 partai politik sekaligus. Kedelapan partai tersebut adalah Gerindra, PKB, Hanura, Golkar, PAN, Demokrat, PKS serta PPP. Bahkan logo masing-masing partai telah terpampang dalam sejumlah baliho bergambar Margiono.

Menurut Margiono, dirinya tidak main-main dan serius dalam upaya merebut jabatan bupati. Apalagi, dia sudah melamar ke sejumlah partai politik dan sudah mengembalikan formulir pendaftaran. Bahkan, ia menyebut sudah bertemu dengan para kiai, politisi dan tokoh masyarakat Tulungagung untuk meminta doa restu.

Dalam pencalonan Cabup, Margiono menandaskan tidak akan mundur dari jabatan Ketua PWI Pusat selama proses pendaftaran Cabup berlangsung. Dia beralasan saat pelaksanaan Pilkada serentak 2018 pada Juni mendatang, jabatan sebagai Ketua PWI Pusat sudah berakhir. “(Jabatan) Ketua PWI selesai pada tahun 2018. Sudah dua periode dan masa jabatannya habis,” tandasnya.

Margiono menyatakan dalam AD/ART PWI memperbolehkan dan tidak ada larangan bagi anggotanya dalam mencalonkan sebagai kepala daerah. “Kalau menjadi ketua partai politik itu yang tidak boleh. Tetapi kalau menjadi calon bupati tidak apa-apa. Jadi bupati malah boleh,” paparnya.

Dalam menghadapi proses Pilkada Serentak 2018 di Tulungagung, Margiono sempat mengatakan akan mempercepat Kongres PWI agar dirinya ketika pelaksanaan pencoblosan pada 27 Juni 2018 mendatang sudah tidak lagi menjabat sebagai Ketua PWI Pusat. (nus/firda)

Berita Lainnya
Leave a comment