Untuk Kepentingan Umum

Dialog Publik, Masyarakat Tolak Radikalisme di Tahun Politik

Dialog Publik Aksi Mahasiswa dan sejumlah elemen masyarakat menolak aksi radikalisme Kamis (19/04/208) di Kampus UIN Jakarta, Ciputat Tangsel.

Aksi terorisme sudah menjadi ancaman global, Sepanjang 2017 di Indonesia pernah terjadi rentetan aksi terorisme, dari Bom Cicendo Bandung, Bom Kampung Melayu dan Penyerangan Polda Sumut, aksi terorisme yang terjadi, kerap dituggangi oleh faham radikalisme, maka, untuk meredam berkembangnya aksi teror, toleransi harus digaungkan setiap waktu.
Hal tersebut disampaikan Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) DKI Jakarta K.H Ahmad Syafi’I Mufid dalam Dialog Publik dan Bedah Buku “Deradikalisasi Terorisme : Menimbang Perlawanan Muhammadiyah dan Loyalitas Nahdlatul Ulama”, Kamis (19/04/208) di Kampus UIN Jakarta, Ciputat Tangsel.
“masalah radikalisme dapat diatasi dengan berbagai cara, seperti forum diskusi, karena forum diskusi dapat menjelaskan bagaimana asal muasalnya orang atau kelompok orang dapat terpengaruh faham radikalisme, dengan diskusi, kita melihat dari sisi akademik, juga dari perspektif pelaku, tuturnya.
Menurut Kyai senior ini, yang rawan dalam faham radikalisme adalah ketika seseorang mengikuti pemahaman yang baru dan orang tersebut tidak mengerti ajaran yang substansial dari ajaran agama. Hal ini dapat mengarah pada tindakan radikal.
“Agama itu mengajak dan membimbing orang kearah yang baik. Begitu pun Negara membangun kesejahteraan masyarakat, jadi ajaran toleransi harus terus digaungkan,” tegasnya.
Lukman Hakim Koordinator Relawan Padamu Negeri mengatakan bahwa menjelang tahun politik, Pilkada harus berjalan normal, menurutnya tindakan kekerasan jangan sampai terjadi. seperti hatespeech, black campaign yang mengancam kesatuan.
“Bentuk terror apapun di tahun 2018 jangan sampai terulang. Kami mengadakan kegiatan ini untuk memberikan edukasi kepada masyarakat, biasanya penyebaran ujaran kebencian tersebar luas melalui informasi digital. Tangerang sendiri potensinya besar karena penduduknya heterogen, jadi peran pemerintah perlu ada di tengah masyarakat. Upaya reventif harus ada, karena gerakan ini seperti penyakit yang bisa muncul kapan saja,” jelas Hakim.
Yudi Zulfahri Direktur Yayasan Jalin Perdamaian menjelaskan penyebaran informasi atau ajaran melalui media social kerap terjadi, menurutnya siapa saja bisa terpengaruh, selain itu melalui pengajian yang mengajarkan ajaran radikalisme juga menjadi jalur yang dipakai kelompok-kelompok teroris.
“ini menjadi tanggungjawab bersama, apalagi lembaga kampus, faham yang menjadi embrio bagi radikalisme harus diketahui, setiap berita yang provokatif, misalnya ada satu kejadian dibungkus dengan provokasi bermuatan sara, penyebaran berita seperti ini dapat memunculkan kebencian.” terangnya.
Yudi menegaskan aksi terror tidak akan terjadi pada pemilu mendatang, menurut Yudi momentum yang biasa dilakukan aksi terror bergantung pada kejadian tertentu yang terjadi di luar negeri ataupun dalam negeri, seperti aparat menembak salah satu pelaku, disitu pelaku yang lain akan beraksi.
“Pemilu tidak akan jadi sasaran aksi teror, apalagi masyarakat tidak akan menjadi target, karena targetnya pemerintah,” tutur Yudi mantan Teroris yang pernah bergerak di Jakarta dan Aceh. (den)

Berita Lainnya
Leave a comment