Untuk Kepentingan Umum

Dalam Politik Perempuan Masih “Termarjinal”

 

Wasekjen DPP Partai Golkar Ratu Dian Hatifah (dua kanan)  berpose dengan kader Partai Gerindra Sara Djojohadikusumo seusai menjadi pembicara dalam seminar yang bertema perempuan.

Partisipasi perempuan dalam politik ternyata masih jadi pelengkap. Buktinya kaum hawa yang terjun dalam politik dominasinya masih kalah jauh dari laki-laki.

Wasekjen DPP Partai Golkar Ratu Dian Hatifah melihat ada tiga penyebab kenapa perempuan seperti hanya menjadi pelengkap saja dalam politik. Pertama, aturan yang tidak berkeadilan, kedua, parpol yang kurang melakukan pendidikan kader, dan terakhir perilaku pemilih dan posisi caleg petahana yang sudah banyak didukung dengan pelbagai fasilitasnya.

“Tiga hal tersebut yang saya soroti kenapa perempuan seperti sulit untuk berkiprah di dunia politik,” katanya.

Caleg DPR-RI Dapil Banten III ini  mengatakan, selain tiga hal tersebut, ketimpangan caleg perempuan terhadap laki-laki tidak hanya terlihat saat menjadi bacaleg.

Ratu mengatakan, ketika berhasil masuk ke parlemen pun anggota legislatif perempuan masih mengalami posisi tawar yang tidak setara. Seperti contoh, menurutnya pendapat atau kebijakan yang diusulkan perempuan sering tak dianggap oleh para anggota legislatif laki-laki.

“Dari tahun 2014 ke 2019 bukan naik malah turun (anggota legislatif perempuan) bahkan produk legislasi yang dihasilkan oleh teman-teman perempuan kurang mendapat perhatian dari laki-laki,” jelasnya.

Sementara itu, Asisten Deputi Kesetaraan Gender Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Darsono melihat soal budaya patriarki.

Menurutnya, budaya patriarki kadang-kadang perempuan pun memiliki pola pikir patriarki.

“Karena ada persepsi gini, ‘Ah perempuan nggak usah sibuk-sibuk ah jadi DPR mendingan laki-laki.’ Persepsi begitu kan persepsi patriarki, itu yang melanda pemikiran kaum perempuan sebagian,” ucap Darsono dalam diskusi yang digelar di media center KPPPA, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (15/2/2019).

Selain itu urusan budaya, biaya politik hingga mobilitas seorang calon anggota legislatif (caleg) perempuan disebut Darsono sebagai kendala. Padahal, menurut Darsono, seorang caleg harus terjun langsung mengenalkan diri ke publik.

“Tapi kan kadang mereka harus izin suaminya. Kalau dia belum punya suami, harus izin orang tuanya. Itu tantangan terbesar. Itu baru tantangan sumber daya,” kata Darsono.

Ia juga menyoroti persepsi politik yang menurutnya masih kerap memunculkan politikus laki-laki. Dalam hal ini dia menyebut media memiliki pengaruh.

Misalnya, wartawan itu sangat penting mendukung. Ciptakan opini publik itu kan media yang sangat penting. Untuk memecahkan opini publik bahwa perempuan memiliki kualitas yang setara. (firda)

Berita Lainnya