Konsep atau pengertian “kafir” di dalam al-Qur’an ternyata berbeda sama sekali dengan “kafir” yang dipahami oleh sebagian umat Islam. Kafir dalam pandangan mereka adalah orang berbeda agama dan keyakinan, jadi semua penganut agama berbeda adalah kafir.
Menurut al-Qur’an sendiri, jelas sekali konsep Kafir itu mengacu pada orang-orang Makkah pada zaman Nabi Muhammad. Sifat-sifat mereka adalah jumud atau menganut paham kolot yang sangat mengagungkan tradisi lama tanpa pernah selidik, dengan alasan begitulah ajaran nenek moyang, tapi tidak pernah mampu memberikan penjelasan tentang alasan dan sejarahnya; orang kafir Makkah ini adalah mereka yang bukan hanya tidak senang dengan keyakinan yang berbeda, namun menyerang para penganut agama dan keyakinan yang berbeda.
Orang kafir Makkah ini tidak menggunakan otaknya, keras kepala (makna kafir dari segi bahasa), karena itu banyak sekali ayat al-Qur’an menyerukan untuk menggunakan akal pikiran.
Sikap orang kafir Makkah ini sangat keji, menyiksa para penganut kepercayaan Nabi Muhammad, bahkan membunuh dan memburu para pengikut Nabi sampai harus hijrah ke Habsyi (kerajaan Kristen di Ethopia saat ini) dan akhirnya ke Yatsrib.
Penganut agama dan kepercayaan lain, tidak pernah menjadi masalah pada zaman Nabi Muhammad, dengan sikap terkenal menurut al-Qur’an: Lakum dinukum waliyadin (hormatilah perbedaan keyakinan) dan La Ikraha fid din (Tiada paksaan dalam agama atau kalimat positifnya: kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah Hak).
Bahkan di Yatsrib atau Madinah, semua kelompok suku (kabilah) dan agama yang berbeda bisa hidup berdampingan secara damai.
Sekilas kajian kembali ini, tampak dengan jelas, bahwa konsep Kafir di dalam al-Qur’an berbeda dengan pemahaman sebagian umat Islam sepanjang sejarah perkembangannya. Dalam kesempatan tadarrus bulan Ramadan ini, silahkan kaji kembali al-Qur’an dengan dipandu oleh orang-orang yang mengerti bahasa Arab dan ilmu-ilmu al-Qur’an, atau setidaknya bacalah terjemahan dan tafsir yang diakui oleh para ulama, terutama terkait dengan konsep kafir itu.
Dengan demikian, Ramadan kali ini bisa menjadi peluang untuk menyucikan pemahaman kita tentang konsep paling penting dalam Islam ini, Kafir. Saat ini, dengan meluasnya terorisme atas nama Islam dan di kawasan Muslim sendiri, kajian kembali konsep Kafir itu menjadi jauh lebih penting, agar Idul Fitri nanti, kita benar-benar kembali menjadi suci, lahir dan batin.
Wallahu a’lam bis shawab.
Hidayat Purnama alias Day Sang Pengelana