
Pengamat terorisme Al Chaidar membantah pernyataan Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uni yang mengaku memiliki data soal 30 masjid di Jakarta terindikasi terpapar paham radikalisme. Menurut dia, mesjid berada di Ibu Kota Jakarta hanya sedikit yang diduga terindikasi menyuburkan paham radikalisme.
“Tidak sebanyak itu. Masjid-masjid terpapar radikalisme hanya sedikit,” kata Al Chaidar, Rabu (6/6/2018).
Chaidar mengungkapkan masjid yang terindikasi pahan redikalisme, biasanya bersifat eksklusif. Kemudian masjid itu hanya menganut satu mazhab dan tidak menerima jamaah dari luar.
“Penceramahnya suka memaki maki. Menafsirkan agama dengan cara berbeda. Bersifat intoleran. Anti pluralisme. Anti multikulturalisme. Masjid dikuasai kelompok tertentu, dan anti pemerintah,” tutur Al Chaidar.
Menurut pria kelahir Lhokseumawe, Aceh, 22 November 1969, paham radikal masuk ke tempat ibadah umat muslim ini sudah lama sejak 2014 lalu. Bahkan paham itu masuk ada hubungannya dengan rentetan bom di beberapa daerah di Indonesia.
“Iya, ada hubungannya (rentetan bom beberapa waktu lalu),” tutur Al Chaidar.
Sebelumnya, untuk mencegah paham radikalisme kian menyebar, Sandiaga akan turun langsung ke setiap masjid untuk memberikan kegiatan yang lebih bermanfaat. Misalnya memberikan pendidikan wirausaha. Mantan Ketua HIPMI ini pun akan menawarkan program OK-OCE ke setiap masjid. Pasalnya langkah ke depan saat ini untuk mencegah paham radikalme itu dengan membangkitkan ekonomi di masjid-masjid.
“Karena salah satu masalah terjadinya radikalisme adalah ketidakadilan dan paham believe yang terus dimasukkan ke anak muda, generasi penerus bangsa kita, dan mengambil jalan pintas,” ungkapnya. (den)