
Pengadilan Agama Tigaraksa mencatat, selama kurun waktu Januari hingga 16 November 2018, terjadi 6.693 perkara perceraian di Kabupaten Tangerang. Angka tersebut telah melampaui jumlah kasus serupa pada tahun 2017 sebanyak 6.225 perkara.
Bahkan, menurut Humas Pengadilan Agama Tigaraksa Jaenudin, jumlah perkara perceraian yang ditangani institusinya kemungkinan akan masih bertambah hingga akhir Desember tahun ini.
“Jika sampai akhir Desember (2018), bisa mencapai 7 ribuan perkara perceraian di pengadilan Tigaraksa” ujar Jaenudin di Pengadilan Agama Tigaraksa, Senin (19/11/2018).
Perkara yang memisahkan dua sejoli yang awalnya berkomitmen untuk hidup bersama membangun rumah tangga itu dilatarbelakangi beragam faktor. Jaenudin menyebutkan, perselisihan, faktor ekonomi, tanggung jawab seorang suami, faktor biologis, dan juga gangguan pihak orang ketiga menjadi faktor pemicunya.
“Ada beberapa macam faktor kebanyakan perselisihan, faktor ekonomi juga menjadi faktor dominan, tidak rutin memberi nafkah, tanggung suami terhadap istri sering ditinggalkan, kekerasan fisik, dan gangguan pihak ketiga,” tambahnya.
Sementara berdasarkan jenis perkaranya, Jaenudian mengatakan ada dua yaitu perkara bersifat gugatan (kontensus), namun ada perkara juga yang bersifat permohonan (volenter). Berdasarkan catatannya, perceraian lebih banyak diajukan oleh pihak perempuan.
“Dari 5 tahun ke belakang, Kebanyakan yang melakukan gugatan perceraian dari pihak istri,” jelasnya.
Pihak Pengadilan Agama Tigaraksa, terang Jaenudin, tidak serta merta memutuskan gugatan cerai tersebut. Namun, pihaknya terlebih dahulu melakukan mediasi agar kedua belah pihak yang berselisih kembali berdamai dan mengurungkan niat untuk mengakhiri biduk rumah tangganya.
“Ketika menangani perceraian, itu tidak serta merta langsung diputus, tapi masih mengedepankan dengan mendamaikan , merukunkan, jika sidang pertama hingga 10 kali, maka hakim juga akan terus bertemu dengan pihak yang bersangkutan,” bebernya.
Pengadilan Agama Tigaraksa juga, lanjut Jaenudian, akan terus melakukan upaya menekan jumlah perceraian, karena banyak faktor yang harus dipertimbangkan oleh pasangan suami istri (pasutri) sebelum benar-benar memutuskan untuk bercerai.
“Kita akan menyediakan mediator, agar merukunkan dan mendamaikan. Untuk dilibatkan, namun jika mediasi gagal, apa boleh buat tidak bisa rukun berarti rumah tangga sulit untuk diperbaiki,” tukasnya.