LEBAK- Mantan Bupati Lebak Mulyadi Jayabaya angkat bicara soal dugaan maraknya anggaran pemeliharan dalam postur Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2018 yang mencapai miliaran rupiah.
Ayah Bupati Iti Octavia ini bahkan secara terang-terangan menyindir adanya pemborosan ketika berpidato saat rapat RAPBD Kabupaten Lebak tahun 2018 di Gedung DPRD Lebak, Senin (30/10/2017).
Rapat tersebut dihadiri Oleh sejumlah Tokoh Masyarakat, Kiyai,dan Para ulama.
Dalam pidatonya, Jayabaya menilai empat pejabat yang dianggap tidak cermat dalam pengajuan anggaran RAPBD untuk kepentingan warganya. Keempat pejabat tersebut adalah asda II, sekda, kepala DPKAD dan kepala Bappeda.
Jayabaya mengatakan, RAPBD 2018 tidak masuk di akal. Seperti biaya perawatan AC mencapai hingga Rp100 juta per tahun, biaya dispenser Rp7 juta pertahun, perawatan meja,kursi, komputer hingga ratusan juta pertahun.
Ada juga perawatan yang lainnya hingga miliaran rupiah. Seperti biaya perawatan motor dan mobil mencapai Rp 2,1 miliar.
“Menurut saya sangatlah tidak logis perawatan dispenser sampai Rp7 juta pertahun. Terus perawatan AC dan computer sampai Rp100 juta,”ujarnya.
Selain itu JB juga menyinggung anggaran biaya makan dan minum Sekretaris Daerah (Sekda) yang mencapai Rp3,2 miliar. JB mengaku di era kepemimpinannya biaya Sekda hanya mencapai Rp600 juta.
“Tidak masuk akal biaya makan Sekda mencapai Rp3,2 miliar,” katanya.
Ia pun menyarankan Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya, untuk tidak mencalonkan diri lagi sebagai Bupati Lebak 2018 yang akan datang.
“Lebih baik jangan jadi bupati lagi ya Neng, Ade bila tidak bisa memecat empat pejabat tersebut,” tegas JB di depan putrinya.
Sekda Lebak Dede Jaelani membantah ada pemborosan dalam postur APBD 2018. Ia berkilah anggaran yang disediakan itu sudah sesuai aturan. Begitupun dengan biaya makan dan minum yang katanya dianggap kemahalan.
Kata dia, semua itu sudah diatur dalam Permendagri Nomor 16 tahun 2006 pasal 10 tentang penyediaan sarana dan prasarana bagi ASN.
Sekda juga menyinggung soal biaya sewa rumah. Jika mengacu kepada penilaian dari tim Appraisal, penyewaan rumah dinas untuk Sekda sebesar Rp 72 juta per tahun terbilang murah.
”Ini sudah murah kalau mengacu kepada penilaian appraisal itu lebih dari Rp 72 juta,” terangnya.
Walau begitu, Sekda mengapresiasi masukan dan kritikan dari JB untuk dilakukan koreksi. ”Kami sangat berterima kasih terhadap kritikan dari semua pihak.Jika anggaran itu tidak ada aturannya, nanti akan dihapus saat dibawa ke provinsi,” ungkapnya. (duy/firda)