Aktivis Lingkungan Dorong KPK Awasi Perubahan Perda RTRW
Tangerang – Aktivis Jaringan Peduli Tata Ruang (JPTR) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut mengawasi rencana Pemkab Tangerang yang hendak melakukan perubahan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 13/2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Tangerang 2011-2031. Hal itu untuk mengantisipasi terjadinya kebijakan yang salah kaprah.
Ini disampaikan Daim, Ketua JPTR usai menyerahkan surat laporan kepada komisi anti rasuah tersebut, Rabu (27/12/2017).
“Tadi kami sudah membuat laporan ke KPK, kami antarkan langsung ke kantor KPK di Jakarta,” ujarnya.
Dijelaskannya, isi laporan itu juga masih berisi penolakan pihaknya atas rencana perubahan Perda RTRW tersebut, sebab ia menduga rencana tersebut berbenturan dengan beberapa Undang-undang (UU). Diantaranya UU Nomor 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan UU Nomor 27/2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 1/2014.
“Kami meminta KPK turut mengawasi proses rencana perubahan RTRW itu, jika ditemukan kejanggalan, kami mendesak para pihak terkait untuk diperiksa,” tambahnya.
Ditanya alasan melapor ke komisi anti rasuah tersebut, ia menjelaskan bahwa salah satu fokus pemberantasan korupsi oleh KPK adalah korupsi di sektor sumber daya alam. Sementara tata ruang menurutnya menjadi pintu masuk terjadinya kebijakan yang bisa mengeksploitasi sumber daya alam dan ruang hidup manusia.
“Salah satu fokus pemberatasan korupsi oleh KPK kan korupsi di sumber daya alam, salah satu pintu masuknya RTRW,” jelasnya.
Menurut hematnya, rencana perubahan RTRW itu juga terkesan tergesa-gesa serta kurang transparan. Ini lantaran publik tidak mendapatkan ruang yang cukup untuk turut berpartisipasi mempelajari dan memberikan masukan kepada Pansus I DPRD Kabupaten Tangerang yang menangani rencana perubahan RTRW itu.
Ia mengaku cemas jika rencana Pemkab Tangerang itu justru merubah lahan teknis di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Kosambi, Pakuhaji dan Teluknaga, dari lahan pertanian menjadi kawasan pergudangan dan industri. Hal ini menurutnya akan menimbulkan dampak sosial dan ekologi yang besar, karena karakter masyarakat setempat masih masyarakat agraris yang sebagian besar menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.
Sebelum perubahan RTRW dilakukan, pihaknya mengaku menemukan upaya alih fungsi lahan pertanian, irigasi teknis, dan kawasan hutan lindung di wilayah Kecamatan Pakuhaji, seperti di Desa Laksana, Kalibaru, Kramat, Buaran Bambu, Kohod dan Kiara Payung.
“Di Kecamatan Teluk Naga, kami menemukan di Desa Lemo Kampung Besar, Desa Pangkalan, Desa Tegal Angus, dan Desa Muara,” jelasnya.
Masih kata dia, alih fungsi lahan pun terjadi Kecamatan Kosambi, diantaranya di Desa Kosambi, Kosambi Timur, Kosambi Barat, Salembaran Jaya, Salembaran Jati dan Desa Dadap.
Ditanya alasan penolakan pihaknya atas rencana perubahan RTRW itu, ia mengatakan bahwa lahan teknis pertanian yang akan dialihfungsikan di tiga kecamatan tersebut masih bersifat produktif.
Dampak dari alih fungsi lahan itu juga dikhawatirkan Suhada Dinata, aktivis JPTR lainnya akan menimbulkan dampak lingkungan bagi masyarakat setempat berupa hilangnya ruang resapan air, rusaknya ekosistem lingkungan dan menurunnya daya dukung lingkungan.
“Dampak ekologis ini jika tidak diperhatikan akan menimbulkan bencana lingkungan, karena saat ini pun kami sudah merasakannya akibat rusaknya ekosistem mangrove,” ujarnya.
Ia meminta DPRD tidak memaksakan diri untuk merubah rencana RTRW di wilayah tiga kecamatan itu. Justru ia meminta Pemkab Tangerang menindak tegas pihak-pihak yang diduga melakukan pelanggaran tata ruang di wilayah Tangerang Utara.
“Saya contohkan misalnya ada perusahaan yang diduga melanggar tata ruang karena melakukan kegiatan pengurukan lahan pesisir dan perikanan tambak tanpa seijin dari Gubernur Banten,” tambahnya.
“Serta ada dua pengembang lainnya diduga melakukan alih fungsi pertanian serta melanggar RTRW, namun tidak ada tindakan tegas dari Pemerintah,” katanya.
Sementara itu, saat mencoba mengkonfirmasi Pansus I DPRD Kabupaten Tangerang yang tengah menangani Raperda tersebut melalui telepon seluler, Ketua Pansus tersebut, Sumardi tidak memberikan respon, bahkan pesan singkat yang dikirimkan pun tak dibalas. (rr/firda)