Untuk Kepentingan Umum

Jokowi, Anies dan Insiden GBK

Jagat maya Minggu pagi diramaikan dengan berita Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan yang “dihadang” pasukan pengamanan presiden (Paspampres) saat hendak naik ke podium untuk memberikan medali bagi tim Persija Jakarta yang baru saja menjuarai piala presiden di Stadion Gelora Bung Karno (GBK).

Sontak, ada yang kontra ataupun ada yang pro. Biasa dua kubu sekarang selalu saja begitu. Kubu kontra menganggap sikap tersebut kurang etis karena Anies merupakan Gubernur DKI Jakarta yang harusnya naik ke podium untuk mengucapkan selamat.

Sedang kubu pro menganggap langkah yang dilakukan paspampres sudah tepat lantaran itu piala presiden, gubernur tidak usah ikut-ikutan naik podium.

Banyak yang bilang langkah ini dianggap politis karena ada semacam penghadangan terhadap Anies. Maklum Anies calon kuat untuk ikut dalam hajatan 2019. Ia salah satu pesaing Jokowi jika Prabowo Subianto tidak ikutan hajatan tersebut.

Sekarang ini netizen memang gampang terprovokasi. Sedikit ada yang salah bisa langsung dikomentarin dan dianggap yang tidak-tidak. Muncul istilah penghadangan terhadap Anies. Atau bilang juga Jokowi tidak suka sama Anies terlalu diperlihatkan. Buktinya saat piala Presiden, Anies seolah tidak diberi panggung sedikit pun. Malah yang nampak Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany yang kebetulan menjadi steering commite (SC) Piala Presiden. Itupun bukan perannya sebagainya SC, netizen malah menyoroti wajah cantiknya sang walikota.

Ya, begitu, netizen kita memang sukanya seperti itu. Yang terlihat kulitnya ramai-ramai disoroti. Sedang dalamannya tidak disoroti.

Kembali soal Anies dan Jokowi. Dua orang ini memang pernah bareng kok, dalam sejumlah perhelatan politik. Saat pilgub Jakarta 2012 lalu, Anies masuk dalam tim Jokowi. Pun saat Pilpres 2014, Anies kembali masuk dalam tim tersebut. Meskipun sebelumnya ia ikut konvensi calon presiden Partai Demokrat yang tak jelas arahnya.

Hubungan dua orang itu berlanjut ketika Anies diberikan posisi sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Meskipun pos tersebut tidak lama karena saat reshuffle kedua, Anies dicopot. Entah apa yang menjadi pertimbangan sampai ia dibebastugaskan.

Tak lagi menjadi menteri, bukan lantas membuat Anies hilang dalam hiruk pikuk politik. Ia kemudian diajukan menjadi calon gubernur DKI Jakarta berpasangan dengan Sandiaga Uno. Dalam kontestasi politik yang katanya paling brutal ini, Anies menang.

Rupanya bagi sebagian kalangan pilkada yang sudah rampung ini tidak lantas selesai. Malah ramai karena seolah menyisakan luka. Politik identitas yang ramai membuat seolah persoalan itu belum rampung.

Apalagi sekarang sudah memasuki tahun politik. Ada ratusan pilkada serentak yang berlangsung.
Bahkan Agustus nanti pasangan calon presiden dan calon wakil presiden sudah dimulai. Sejumlah lembaga survei pun telah berulang kali merilis para kandidat. Nama Anies Baswedan disebut-sebut penantang kuat sang petahana.

Entah itu ada korelasi atau tidaknya, namun hal sekecil tentang Anies ataupun Jokowi tentunya meramaikan pemberitaan. Baik itu gerak-geriknya ataupun kebijakannya.

Politik kita memang masih sebatas pada kosmetik. Yang terlihat ramai saja itu yang jadi pergunjingan. Kasus Anies yang katanya tidak boleh naik ke podium ramai jadi pembahasan. Goreng menggoreng itu hal biasa dalam politik yang kecil jadi besar, yang besar pun jadi kecil.

Itulah politik kita yang masih sebatas pada hal yang terlihat saja. Namun tidak tahu maksud dari hal ini.
Hati-hati, tahun politik ini semua bisa panas. Apalagi kalau kita tidak bisa menempatkan diri. Semoga semua berjalan lancar. Netizen bisa melihat jernih apa yang ada dalam layar ponsel pintar. Tinggal kita mengolahnya seperti apa. (firda)

Berita Lainnya
Leave a comment