Untuk Kepentingan Umum

Politik Konservatif dan Kesucian Agama

Di Indonesia, Muslim yang kekanan-kanan, atau kanan sejati, sejak akhir 2012, menggunakan metode politik kiri, yakni aksi massa, long march, dan rapat akbar (apa yang disebut sebagai istighosah). Politik ekstraparlementer Muslim kanan ini (sebab dalam sejarah juga ada Muslim kiri) adalah taktik politik sekuler, bersifat duniawi. Pada saat agama dicampuradukkan dengan politik, atau agama dijadikan alat politik, maka ia mengidap sekulerisasi dengan segala caranya, artinya pembusukan agama.

Cepat atau lambat, ketika agama dicampuradukkan dengan politik, agama Islam akan kehilangan kesuciannya, dan dengan demikian kemerosotannya sebagai ajaran spiritual. Selain itu, konflik politik identitas keagamaan secara internal pasti meruak dimana-mana dan pasti dimanfaatkan oleh kekuatan politik yang lebih besar, entah itu monarki atau rejim otoritarian/fasis.

Dalam dialektika, taktik politik ini adalah pembalikan dari pembalikan, penghilangan tujuan politik kiri yang berpihak pada pembebasan rakyat tanpa politik identitas, kelas sosial yang tertindas, namun dengan tujuan idealis yang hampa dan gersang dari suatu tafsir agama. Dengan demikian, ia memberangus kebebasan berkeyakinan, sebagai suatu syarat dari pembebasan mental manusia dari otoritarianisme.

Padahal spirit islam sebagai rahmatan lil alamin harus benar-benar ditegakkan. Islam agama pembebasan yang melawan penghisapan manusia oleh manusia. Islam mengharamkan nilai lebih atau yang biasa dikenal dengan riba.

Tetapi golongan konservatif kini menggunakan taktik agama untuk merebut kekuasaan. Ketika kesucian agama diberangus untuk kepentingan politik semata. Yang ada nilainya yang akan tergerus. Kita tidak akan lagi menemukan yang namanya agama sebagai penegak keadilan, penegak kesetaraan, dan lain sebagainya.

Yang ada, malah dipakai untuk menakut-nakuti yang tidak ikut ke dalam kelompok konservatif akan dicap kafir dan masuk neraka. Hal ini rupanya sejalan dengan semangat spiritual masyarakat yang haus akan siraman-siraman rohani. Hidup sesudah mati. Garis besar neraka-surga digaungkan. Dijadikan alat untuk kekuasaan. Ketika agama sudah tidak lagi sesuci yang kita bayangkan.

Maka itu, penting untuk mengembalikan fitrah agama lahir sebagai pembebas, pembela kaum dhuafa, pembela orang-orang yang dizhalimi. Bukan untuk politik sesaat lima tahunan. Yang mana tiap momentum tertentu isunya akan berganti. Serukan untuk tidak lagi menggunakan jargon agama untuk menghantam politik tertentu. Kembalikan fitrah agama sebagai rahmatan lil alamin. Agama yang mencerahan. Agama yang menyejukkan. Bukan hanya sebatas surga-neraka, kafir-tidak kafir, dan pelbagai lekatan lainnya. Tabik bangsaku. (firda)

Berita Lainnya