
Pertemuan ke – 25 Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang diadakan di The Westin Resort, Bali Indonesia mendapat penolakan dari berbagai organisasi massa yang tergabung dalam aliansi Front Perjuangan Rakyat (Serikat Perempuan Indonesia (SERUNI), Pemuda Baru Indonesia (PEMBARU), Front Mahasiswa Nasional (FMN), Serikat Demokratik Mahasiswa Nasional (SDMN) dan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP).
“RCEP akan memperparah kemiskinan ketidakadilan serta ketidaksetaraan yang akan semakin meluas, melalui banyaknya poin-poin dalam perjanjian ini yang hanya ditujukan untuk melayani kebutuhan korporasi transnasional”, ungkap Retno Dewi anggota Serikat Perempuan Indonesia (SERUNI) dalam siaran tertulis yang diterima respublika.id, Selasa (26/2/2019).
Para aktivis yang terdiri dari berbagai sektor baik mahasiswa, pemuda maupun perempuan ini menggelar aksi protes di depan Bali International Convention Center. Aksi protes ini adalah respon dari penolakan atas pertemuan regional yang membahas kebijakan-kebijakan neoliberal yang akan merugikan rakyat Indonesia. Pertemuan ini sengaja dilaksanakan secara tertutup sehingga masyarakat tidak bisa terlibat untuk memantau jalannya agenda negosiasi antar negara dan korporasi transnasional.
Awalnya aksi protes ini dilakukan tepat di depan pintu masuk BICC, namun para polisi serta petugas keamanan mengusir paksa massa aksi. Massa aksi pun bergeser dengan tetap membentangkan poster yang berisi tulisan “Resist RCEP, Tolak RCEP dan Rise Against RCEP! No to neoliberal free trade agreement” serta meneriakan yel-yel atas penolakan RCEP.
Akhirnya aksi protes tetap digelar di depan portal Bali Westin Resort dengan dijaga ketat pihak keamanan.
Gagas korlap aksi dalam orasinya ia menyampaikan bahwa pertemuan RCEP sengaja digelar secara tertutup sehingga masyarakat sipil tidak dapat ikut serta untuk menyampaikan pandangan dan tuntutannya.
“Selain itu poin-poin dalam layanan dan investasi akan mendorong adanya tenaga kerja kontrak yang diikuti dengan kompetisi secara barbar dalam persaingan penyediaan tenaga kerja yang murah dengan standar tenaga kerja yang rendah,” tutupnya. (den)