Timor Leste dan Perjuangan Keterwakilan Perempuan

Keterwakilan perempuan di legislatif ataupun eksekutif adalah sebuah keniscyaan. Apalagi semenjak adanya undang-undang yang mengharuskan kuota 30 persen dalam parlemen. Kondisi ini yang membuat sepak terjang perempuan dalam politik semakin terbuka. Meskipun dalam faktanya dominasi laki-laki di dunia politik belum sepenuhnya bergeser.
Maka itu untuk mewujudkan partisipasi peremuan yang lebih aktif perlu adanya sinergitas. Apalagi jika menyangkut keterwakilan perempuan yang lintas partai.
Hal tersebut disampaikan Wakil Sekjen Partai Golkar Ratu Dian Hatifah saat mengisi acara konferensi perayaan hari perempuan internasional 2019 di gedung CNE/KPU Timor Leste, beberapa waktu lalu. Acara ini dihadiri aktifis kaukus perempuan parlemen, NGO Dan CSO, komnas, KPK dan KBRI.
Perempuan yang kini menjadi caleg dapil Banten III mengatakan, perlu mendorong isu yang sama untuk mengakampanyekan keterwakilan perempuan di eksekutif ataupun legislatif. Yakni berjejaring dengan parpol meski punya ideologi berbeda.
“Nah, ini yang harus dilakukan jejaring lintas partai penting untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dalam politik dan sebagainya,” katanya dalam rilis yang diterima Respublika.id
Ratu Dian menjelaskan perjuangan politik perempuan di Indonesia sudah melalui jalan panjang. Yakni sejak dimulai melalui UU pemilu sejak 2008, 2014 dan 2019. Maka itu perlunya aktifis/politisi perempuan berjejaring dengan seluruh NGO, CSO dan sayap partai. Jika ini bisa dilakukan tentunya akan membuat perjuangan berhasil.
Ia mencontohkan soal keterwakilan politik di Timor Leste yang keberadaan aktifis perempuan TL yang sudah melebihi keterwakilan hingga 48 persen. Sayangnya di eksekutif keterwakilan perempuan belum cukup baik. Sebab, dari 13 munisipu tidak ada perempuan yang jadi bupati dan camat. Hanya ada tiga orang perempuan yang menjabat wakil bupati. Bahkan dari 452 desa hanya 21 perempuan kepala desa.
Maka itu perlu ada sejumlah strategi misal dengan advokasi kepada pimpinan parpol. Langkah ini dilakukan agar keterwakilan perempuan bisa naik, juga di eksekutif ada penambahan perempuan yang menduduki jabatan startegis.
“Bila ini dilakukan saya yakin perempuan yang menjabat di eksekutif akan semakin baik. Seperti Feto Lidera Iha Mudansa yang artinya perempuan memimpin ada perubahan,” ujarnya. (firda)