Untuk Kepentingan Umum

Iwan Angus

Iwan Angus Euy
Ketua Harian Karang Taruna Provinsi Banten Iwan Pristiasya alias Iwan Angus (kanan) saat menjadi tamu di Respublika Channel.

“Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan: ‘dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan’. Tanpa itu semua maka kita tidak lebih dari benda. Berbahagialah orang yang masih mempunyai rasa cinta, yang belum sampai kehilangan benda yang paling bernilai itu. Kalau kita telah kehilangan itu maka absurdlah hidup kita.”
― Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran

Kata-kata tersebut mungkin bisa disematkan pada seseorang yang berjuang atas nama hidup. Orang yang jatuh-bangun dalam sebuah kehidupan. Seperti yang pernah dikatakan Hok Gie, sekali hidup, lalu berarti, setelah itu mati. Kata tersebut saya rangkum dari hasil diskusi di Respublika Channel akhir pekan lalu, dengan anak muda yang cukup lama berkiprah di Kota Tangsel. Ia baru menginjak 40 tahun. Namanya Iwan Prastiasya.

Ia cukup popular di kalangan organisasi di Kota Tangsel. Maklum kiprahnya cukup panjang dalam sejarah kota yang bekas pemekaran Kabupaten Tangerang ini.  Iwan Angus, sapaannya pernah membidani lahirnya Ganespa, sebuah organisasi yang konsen pada isu-isu lingkungan. Selain itu, pria yang sudah aktif berorganisasi sejak era 1990an juga ikut terlibat dalam kepengurusan Karang Taruna pada awal-awal terbentuk di daerah yang berbatasan dengan DKI Jakarta ini. Angus juga masuk dalam struktur organisasi masyarakat Pemuda Pancasila. Tercatat ia pernah menduduki posisi Sekretaris MPC Kota Tangsel. Kini, pria yang lahir pada 1980 tersebut juga menjadi ketua harian Karang Taruna Provinsi Banten.

Berbagai jabatan strategis di organisasi tersebut diraihnya tidak dalam sekejap mata. Banyak rintangan yang sudah dilaluinya. Jauh sebelum menduduki posisi tersebut, dirinya malang melintang di dunia tarik suara. Berbekal hobi dalam dunia tarik suara, ia sempat mengisi di beberapa kafe ternama. Sayang garis tangannya tidak pada dunia seni tersebut. Angus memantapkan hatinya untuk terlibat dalam sejumlah organisasi.

Angus berkisah tentang banyak hal. Mulai dari sekolah yang kerap keluar-masuk, jadi pengamen jalanan, menjadi security,sampai keterlibatannya dalam sebuah organisasi.

Kata dia, pengalaman hidup mengajarkan pada banyak hal. Dari persahabatan, persaudaraan, kesetiaan, hingga loyalitas. Ia pun tak menampik jalanan banyak membentuk karakternya. Angus bisa menjadi orang yang berhati keras, namun juga dapat selembut sutera. Menjadi pengamen jalanan, bisa jadi awal kehidupannya untuk bangkit. Saat dirinya luntang-lantung. Ataupun ketika ia sekolah pelayaran.

Bahkan, ketika dirinya lulus sekolah pelayaran, orangtuanya sempat membuat syukuran selametan. Hal tersebut membuat dirinya terharu. Baginya itu sesuatu yang luar biasa.

“Saya berfikir, ini gila. Hanya lulus sekolah pelayaran namun dibuat syukuran seperti saya mendapat gelar sarjana. Dari situ saya meniatkan dalam hati untuk tidak boleh mengecewakan orangtua,” katanya membuka obrolan.

Dirinya juga berkisah tentang pemberian nama Angus. Nama tersebut didapatnya ketika ia menjadi sebuah vokalis. Kulitnya yang agak legam identik dengan kebakaran. Dari kata hangus terbakar. Biasanya kalau hangus itu hitam. Biar enak terdengar huruf H dihapuskan jadi Angus saja. Dari situ nama Angus melekat padanya. Ia kini dikenal dengan nama Iwan Angus ketimbang Iwan Pristiasya. Kata Pristiasya sendiri diakuinya sebagai singkatan pas lahir bulan puasa.

“Saya lahirnya bulan puasa, disingkat Pristiasya,” akunya sambil tersenyum lebar.

Menurut ayah satu anak ini, dengan masuk organisasi, adalah sebuah pengabdian. Dimana ia dapat mengembangkan potensi diri. Memang tidak mudah, namun ketika diniatkan untuk mengabdi semuanya jadi gampang. Ia mengaku tertarik pada organisasi karena latar belakangnya. Dirinya bukan terlahir dari orang berpunya. Ibunya hanya seorang guru SD, sementara ayahnya bekas preman. Mengenai posisi ayah, Angus tidak banyak bercerita.

“Saya cukup sadar diri. Lahir dari keluarga yang sederhana. Bagaimana bisa mengembangkan diri. Lewat organisasi ini saya melakukannya. Dari organisasi ini saya belajar tentang kekeluargaan, cinta, hingga rasa percaya diri,” katanya, setengah getir.

Menurutnya percaya diri merupakan kunci untuk menuju kesuksesan. Baginya sukses itu tidak melulu dimaknai tentang berapa banyak uang yang kita punya, seberapa tinggi kedudukan yang kita raih, namun seberapa besar diri kita bernilai untuk orang. Makanya, ketika bisa membantu banyak orang itu sudah lebih dari cukup.

Memang tidak mudah, karena banyak rintangan yang dihadapi, ketika memutuskan pada bidang apa yang ingin ditekuni. Berbekal pergaulan akan tercipta apa itu namanya sebuah komitmen. Sebuah pengalaman yang akan mengajarkan arti kehidupan.

“Sekarang saya tidak muluk-muluk. Jalani apa yang ada di depan mata. Lakukan saja yang terbaik. Sukses atau tidaknya kita serahkan kepada yang maha kuasa,” ujarnya. (Firdaus)

Berita Lainnya
Leave a comment