Masalah sampah di Kota Tangsel masih belum teratasi. Hal ini tergambar dari tata kelola persampahan yang jauh dari kata ideal. Lubernya sampah di TPA Cipeucang ke sungai Cisadane menjadi jawaban kenapa masalah tersebut tidak bisa dikelola dengan baik oleh pemkot.
“Pengelolaan sampahnya masih dilakukan dengan cara lama. Padahal banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengelola sampah, Pemkot Tangsel ini mau atau tidak untuk menyiapkan anggaran untuk teknologinya,” kata Pegiat Lingkungan Sekber Jeletreng Zarkasih Tanjung, Sabtu (6/6/2020).
Seperti Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Cipeucang yang ditempatkan di bantaran sungai Cisadane, Serpong.
Dia mengaku, hingga saat ini belum mengetahui terkait Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdalnya), sehingga berdampak pada pencemaran air sungai, lantaran turap penahan sampahnya jebol.
“Amdal serius gak dibahas? dimulai dari situ. Amdal itukan menyangkut banyak hal, sampai saat ini saya belum tahu bagaimana Amdalnya,” ungkapnya.
Menurutnya, Pemkot Tangsel memposisikan masalah sampah di posisi terakhir. Sehingga, pengelolaannya tidak menjadi fokus utama, karena hanya berfikir di mana tempat pembuangannya saja.
Hal itu, kata dia, terlihat dari banyaknya mal dan hotel di Tangsel yang hampir semuanya tidak memiliki tempat pengelolaan sampah.
“Dalam hemat saya, saat ini Tangsel menempatkan masalah sampah sebagai masalah terakhir bukan masalah utama. Coba ditelusuri, mal dan hotel banyak yang tidak punya tempat pengelolaan sampah. Pikirannya ya cuma buang aja, ngga mikirin bagaimana dikelola itu sampahnya,” tukasnya.
Hal senada juga dilontarkan anggota Komisi III DPRD Tangsel Emanuella Ridayati.
“Sesuai namanya, TPA Cipeucang merupakan tempat pemrosesan akhir. Namun, kenyataan di lapangan, Cipeucang hanya menjadi tempat pembuangan akhir, tanpa ada pemrosesan. Informasi yang saya dapat, TPA Cipeucang itu sejatinya adalah Tempat Pemrosesan Akhir, tapi ternyata hanya jadi pembuangan akhir tanpa ada proses sama sekali, dan itupun kapasitas penanganannya hanya 380 ton per hari. Sementara sampah Tangsel mencapai 1.000 ton per hari,” kata Rida dalam keterangan tertulisnya, Jumat (5/6/2020).
Menurutnya, jika dibandingkan dengan Kota Tangerang, Pemkot Tangsel tidak memiliki goodwill atau niat baik dalam hal pengelolaan sampah.
Sebab kata dia, jika dibandingkan dengan Kota Tangerang yang jumlah penduduknya tidak terpaut jauh, Tangsel hanya memiliki puluhan armada sampah dan 150 pesapon untuk wilayahnya.
Sementara, anggaran yang dialokasikan untuk Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tangsel sebesar Rp107 miliar.
“Anggaran DLH Tangsel sebesar Rp.107 miliar, memiliki 40 armada sampah, dan 150 tenaga pesapon. Sementara Kota Tangerang dengan anggaran Rp.172 miliar memiliki 460 armada sampah dan 653 tenaga pesapon.”
“Selain itu, Kota Tangerang berhasil membukukan retribusi sampah sebesar Rp. 15 miliar. Sangat miris dengan retribusi sampah Tangsel yang hanya sejumlah Rp. 3.25 miliar,” tandasnya. (ari)