RESPUBLIKA.ID – Belasan Kepala keluarga (KK) di RT 03, RW 08, Kelurahan Sawah, Kecamatan Ciputat, Kota Tangsel terisolasi.
Akses jalan keluar-masuk permukiman mereka ditutup tembok Berlin. Warga menyebut, jalan tersebut telah digunakan puluhan tahun sebagai akses jalan umum dan satu-satunya jalur utama menuju lingkungan luar.
Kuasa hukum warga, Deddy Haryadi SH, menilai tindakan penutupan jalan dilakukan sepihak oleh pihak yang mengklaim memiliki lahan tanpa dasar administratif yang jelas dan tanpa mempertimbangkan dampak sosial terhadap masyarakat.
“Kalau memang tanah itu miliknya dan sudah jelas, seharusnya diselesaikan melalui jalur hukum, bukan dengan menutup jalan umum. Ini sudah ingkar dari pembicaraan sebelumnya,” ujar Deddy, ditemui di Pamulang, Kamis (9/10/2025).
Menurutnya, warga hanya menuntut hak atas akses jalan yang selama ini digunakan untuk beraktivitas. Dedi menilai langkah pemblokiran jalan telah melanggar kesepakatan awal yang pernah dibangun antara masyarakat dan pihak pemilik lahan.
Ia juga menyoroti lemahnya peran pemerintah kelurahan dalam memediasi persoalan tersebut.
“Dari zaman Lurah Yogi sampai Mega sekarang, tidak ada kejelasan. Padahal dulu sudah ada surat pernyataan dari kelurahan terdahulu yang mengakui batas tanah itu,” katanya.
Deddy menyebut, warga memiliki dasar administratif berupa Girik atas nama Dasim bin Sidah, yang menjadi acuan batas lahan. Ia menduga pihak pemblokade membuat batas baru tanpa prosedur resmi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Pihak Pemilik Klaim Bukan Fasum, Tapi Tanah Pribadi
Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum pihak yang mengklaim sebagai pemilik lahan, David Jayadi, S.H., menegaskan bahwa area yang menjadi lokasi penutupan bukan Fasilitas Umum (fasum), melainkan tanah pribadi milik kliennya.
“Penutupan jalan itu dilakukan karena lahan tersebut merupakan tanah milik pribadi berdasarkan Sertipikat Hak Milik (SHM) Nomor 735/Sawah yang terbit pada tahun 1989,” ujar David kepada wartawan.
David menjelaskan, penutupan jalan merupakan bentuk penegasan atas hak kepemilikan lahan. Ia menyebut, sejak tahun 2023 pihaknya telah memberikan uang pengosongan sebesar Rp1 miliar kepada warga sebagai kompensasi berdasarkan surat pernyataan dan persetujuan bersama.
“Alih-alih mengosongkan, mereka justru menggugat ke Pengadilan Negeri dan PTUN. Setelah ada putusan, kami bahkan menawarkan kembali uang pengosongan sebesar Rp10 juta per rumah, tapi tetap ditolak,” katanya.
Rekan David, Fachranny, S.H., menambahkan bahwa berdasarkan putusan PTUN Serang Nomor 40/G/2024/PTUN.SRG, gugatan yang diajukan pihak warga dinyatakan niet ontvankelijke verklaard (NO) atau tidak diterima.
“Putusan itu menegaskan bahwa penggugat tidak memiliki kepentingan hukum (legal standing) atas lahan yang disengketakan,” ujar Fachranny.
Mediasi Warga dengan Pihak Pemilik Tanah Dead Lock
Sementara itu, Lurah Sawah, Mega Romala, mengatakan telah memfasilitasi pertemuan antara warga dan pihak yang mengaku pemilik lahan. Namun, upaya mediasi yang digelar di aula kelurahan Sawah, Ciputat pada Kamis 9 Oktober 2025, siang tersebut belum membuahkan hasil.
“Mediasinya dead lock, masih sama-sama bersikukuh. Saya sudah menyarankan agar pagar dibuka sementara, tapi mereka punya alasan masing-masing, jadi saya tidak bisa memaksa,” kata Mega.
Ia menyebut, terdapat 18 Kepala Keluarga (KK) yang terdampak penutupan jalan, delapan di antaranya merupakan warga ber-KTP Kelurahan Sawah.
“Warga intinya hanya minta akses jalan dibuka supaya bisa beraktivitas seperti biasa,” tambahnya.
Pemerintah kelurahan berencana mengupayakan mediasi lanjutan bersama pihak kecamatan dan instansi terkait, termasuk BPN Tangsel, untuk memastikan keabsahan batas lahan.
Sementara itu, warga berharap ada solusi permanen tanpa harus menempuh jalur hukum panjang, sedangkan pihak pemilik lahan menyatakan tetap membuka ruang dialog selama prosesnya berjalan sesuai aturan.
