Program acara musik Dahsyat lagi-lagi membuat kontroversi. Kali ini acara yang disiarkan RCTI itu kembali menuai beragam kecaman, khususnya dari keluarga besar TNI. Pasalnya pada salah satu segmen acara tersebut akhir pekan lalu diduga telah melecehkan kesatuan TNI dengan menyuguhkan games yang melanggar etika dan sopan santun.
Pada segmen itu, seorang anggota TNI bersusah payah memakan donat yang diikatkan dengan tali yang dimainkan dengan menggunakan kaki. Kedua tangannya terikat. Menyaksikan adegan tersebut muncul pertanyaan, apakah pantas perlakuan seperti itu? Terlebih yang diperlakukan kedua presenter seorang aparatur negara.Tak salah kalau apa yang dipertontonkan Dashsyat itu dihujat banyak netizen. Sampai-sampai ada yang menyerukan memboikot tayangan itu.
Tayangan yang mengundang kontroversi bukan kali ini saja dipertontonkan Dahsyat. Sebelumnya ucapan tidak senonoh, goyang dribel, penampilan jenglot, penghinaan lambang Pancasila (kasus bebek nungging Zazkia Gotik), sampai kasus pelecehan agama (kasus “Islam prosetan” chef Renne) tak luput dari kritik pedas dari publik yang berujung pada teguran dan sanksi dari Komisi Penyiaran Indonesia.Tapi itu semua tak memberi efek jera bagi Dahsyat. Kok bisa?
Apakah sanksi yang diberikan KPI terlalu ringan? Atau, memang Dahsyat yang tidak mau belajar dari kesalahan? Sehingga tayangan kontroversial kerap dipertontonkan. Tak salah kalau pertanyaan-pertanyaan itu muncul.
Semenarik apapun sebuah acara hiburan, jika melampaui norma kesopanan maka tak layak untuk disebut hiburan karena tak beretika dan cenderung melecehkan. Menariknya mengapa hal ini tak disadari tim kreatif Dashyat? Bukankah setiap program acara harus mengacu pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) KPI?
Pihak TNI AD sudah memberikan protes keras. Protes ini langsung ditanggapi RCTI dengan meminta maaf. Bahkan pihak RCTI telah menyatakan menghentikan sementara program tayangan Dahsyat.
Selasa (23/1/2018) kemarin, KPI memanggil pihak RCTI dan melayangkan peringatan tertulis dan meminta evaluasi menyeluruh untuk kasus pelecehan TNI ini. Namun apakah cukup sampai di situ sanksinya? Apa cukup dengan memberi peringatan dan acaranya dihentikan sementara oleh stasiun TV-nya?
Dari pengalaman dengan TV tetangga, program acara yang kena sanksi atau dihentikan bisa lahir lagi dengan nama baru. Konsep bahkan presenternya sama. KPI tak bisa menghukum stasiun TV penayang dengan mencabut izin siar.
Sebetulnya, sampai 2005, izin siar diatur oleh KPI. Namun UU 32/2002 tentang penyiaran, yang memberi wewenang KPI memberi izin siar, digugat. Akhirnya, kewenangan perizinan dari KPI dipangkas dan dibagi dengan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika. KPI pun hanya mengawasi materi siaran dengan sanksi seadanya.
Jika sudah begini pelanggaran macam yang dilakukan Dahsyat berpotensi akan terus terjadi. Bagaimana agar stasiun TV dan tenaga kreatifnya punya tanggung jawab melahirkan tayangan yang menghibur sekaligus edukatif? Mungkinkah KPI tak mandul lagi. (watyuthink.com)