
India menjadi negara di Asia dengan total waktu terlama dalam menjalankan ibadah puasa, yakni sekitar 15 jam. Berpuasa di India menjadi tantangan tersendiri, apalagi Muslim adalah minoritas.
Islam adalah negara terbanyak kedua di negeri Gandhi ini, dengan populasi sekitar 16,4 persen atau sekitar 857 juta jiwa dari total 1,2 miliar penduduk. Bagi penduduk lokal India yang beragama Muslim, pengalaman berpuasa mereka tidak bisa disamaratakan.
Bila bulan puasa jatuh pada bulan Mei-Juni seperti tahun ini, di bagian India utara, penduduknya harus bersiap merasakan teriknya matahari di musim panas yang bisa mencapai 50 derajat Celcius. Namun hal itu tidak dialami oleh penduduk bagian India selatan yang musim panasnya, hanya mencapai 37 derajat Celcius.
Seorang pekerja di Bangalore, Provinsi Karnataka, Yaseen Isthiaq mengatakan, sebenarnya menjadi seorang Muslim di India tidaklah sulit. Termasuk ketika berpuasa. Orang beragama lain yang mengetahui kita berpuasa, mereka akan selalu menghormati. “Tantangannya adalah saat kita berpuasa di perantauan,” katanya.
Yaseen sendiri berasal dari Kota Hassan, sekitar delapan jam perjalanan darat dari Bangalore. Kalau berpuasa di Bangalore, ritual puasa yang dilakukannya menjadi terbatas.
Misalnya bila di rumah dia selalu berbuka puasa dengan samosa, maka di Bangalore, Yaseen biasanya hanya akan berbuka dengan chai atau teh India. Bila di rumah dia selalu melaksanakan shalat tarawih di masjid, lalu melanjutkan tadarus bersama keluarga di rumah, maka di Bangalore dia hanya melakukannya sendirian.
“Tapi lingkungan saya di Bangalore sangat mendukung, saya tetap merasa seakan dikelilingi keluarga. Bahkan seiring berjalannya waktu, puasa menjadi cepat berlalu, tiba-tiba kita akan menyambut Hari raya Idul Fitri,” ucap Yaseen yang tahun lalu baru menyelesaikan MBA di University of Mysore tersebut.
Walau tidak dipungkiri, Yaseen mengaku sangat merindukan masa-masa sahur bersama keluarganya. Namun ia tidak sendirian, rupanya sahur adalah salah satu bagian favorit Ramadan Muslim di India.
Amal Maqbool juga merasakan hal yang sama. Mahasiswa S2 tahun pertama Jurusan Mass Communication and Journalism di University of Mysore juga sangat merindukan masa-masa sahur bersama keluarganya. Tahun ini, menjadi tahun pertama Amal menjalani Ramadan di hostel kampusnya.
“Jauh dari rumah, apalagi sekarang sedang ujian akhir. Jadi butuh ekstra konsentrasi,” ujar Amal.
Tinggal di hostel, yang berarti hostel hanya menyediakan makanan di jam-jam sarapan, makan siang, dan makan malam. Untuk berbuka, Amal masih bisa mendapatkan akses makan malam, namun untuk sahur, dia hampir hanya mengandalkan pada mie instan.
Namun yang dirindukannya, adalah samosa dan cutlet (sejenis nugget) buatan ibunya sebagai takjil saat berbuka. Sebenarnya di hostelnya kadang menyediakan samosa, namun tidak setiap hari, dan itupun adalah samosa jenis vegetarian, yang isinya kentang atau bawang.
Sedangkan samosa untuk orang India Muslim yang berpuasa, isinya lebih bervariasi. Mulai dari daging ayam, sapi, kambing, ikan, hingga otak sapi atau kambing. Satu hal lagi yang dirindukan Amal adalah sholat tarawih di masjid.
Di kota tempatnya studi di Mysore, jumlah masjid sangat sedikit. Itupun masjid di Mysore tidak mempunyai ruangan khusus perempuan, jadi hanya laki-laki yang diperbolehkan shalat di masjid.
“Di kota-kota tertentu di India, memang hanya mempunyai ruangan untuk laki-laki. Mungkin karena populasi Muslim di Mysore sangat kecil, sehingga mereka tidak menyediakan ruangan untuk perempuan,” paparnya.
Di provinsi tempat Amal tinggal, yaitu Kerala mempunyai jumlah masjid jauh lebih banyak daripada Karnataka sebab Kerala adalah provinsi yang dikenal mempunyai penduduk Kristen dan Muslim paling banyak di India. Jadi Amal mulai membiasakan diri untuk shalat tarawih sendiri di hostel.
Namun, teman-teman hostelnya sangat menghormatinya. Amal mengatakan, teman-temannya tidak pernah makan di depannya selama dia berpuasa. “Bahkan mereka kadang ikut berpuasa dengan dalih menemani saya,” ujarnya. (den)